Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene

Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene
Link : Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene

MAKALAH TOKSIKOLOGI DAN HIGIENE
KERUSAKAN PANGAN






Kelompok 4:
Wawan Kurniawan (14/365097/PN/13673)
Laila Nurmala Dewi (14/365146/PN/13702)
Rizka Rani Safitri (14/365169/PN/13716)
Anisa Nada Farhah (14/365172/PN/13718)
Tika Budiharti (14/365180/PN/13723)


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017




I. PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan dimanapun manusia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya (Putraprabu, 2008). Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).

Adapun pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Putraprabu, 2008). Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan pangan. Penanganan bahan pangan yang tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup tinggi.

Kerusakan pangan adalah proses perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak diinginkan atau adanya penyimpangan dari karakteristik normal. Menurut Sinell (1992), kerusakan pangan adalah setiap perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, atau sensorik/organoleptik yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun yang telah diolah.  Jika terjadi perubahan pada bahan makanan sehingga nilainya menurun, maka dinyatakan makanan tersebut telah rusak atau membusuk.  Perubahan yang nyata terlihat dari perubahan sensorik (penampakan, konsistensi, bau, dan rasa), sehingga konsumen menolak.

2. Tujuan

2.1 Mahasiswa dapat mengetahui apa itu kerusakan pangan, jenis-jenis kerusakan pangan dan penyebab kerusakan pangan.
2.2 Mahasiswa dapat mengetahui apa itu keracunan pangan dan jenis-jenis keracunan pangan.


3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai karakteristik dari kerusakan dan keracunan pangan. 



II. PEMBAHASAN


1. Kerusakan Pangan

Kerusakan pangan adalah setiap perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, atau sensorik/organoleptik yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun yang telah diolah.  Jika terjadi perubahan pada bahan makanan sehingga nilainya menurun, maka dinyatakan makanan tersebut telah rusak atau membusuk.  Perubahan yang nyata terlihat dari perubahan sensorik (penampakan, konsistensi, bau dan rasa), sehingga konsumen menolak (Sinell, 1992).


2. Jenis-Jenis Kerusakan Pangan

Menurut Susiwi (2009), jenis-jenis kerusakan bahan pangan (Susiswi, 2009), bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

2.1 Kerusakan Mikrobiologis 

Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar (Susiswi, 2009).
Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Susiswi, 2009).

2.2 Kerusakan Mekanis 

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini terjadi pada benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong (Susiswi, 2009).


2.3 Kerusakan Fisik 

Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya terjadinya  “case hardening”  karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin  (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan “freezer burn” pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini, ikatan sulfihidril (–SH) dari protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (–S–S–), sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang, fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya (Susiwi, 2009).


2.4 Kerusakan Biologis 

Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan fisiologis, serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan itu sendiri secara alami sehingga terjadi autolisis dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan. Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis, karena itu daging mudah rusak dan busuk bila disimpan pada suhu kamar. Keadaan serupa juga dialami pada beberapa buah-buahan (Susiswi, 2009).

2.5 Kerusakan Kimia 

Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya :  “coating” atau “enamel”, yaitu terjadinya noda hitam  FeS pada makanan kaleng karena terjadinya reaksi lapisan dalam kaleng dengan  H–S– yang diproduksi oleh makanan tersebut. Adanya perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna, demikian pula protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non-enzimatis merupakan kerusakan kimia dimana dapat menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan (Susiswi, 2009).


3. Tanda-Tanda Kerusakan Pangan

Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis pangannya, beberapa di antaranya adalah:

a. Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.
b. Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
c. Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran, yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus, misalnya L. Viredencesyang membentuk lendir berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.
d. Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.

e. Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama disebabkan oleh:

Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L. fructovorans, L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan E. faecalis.
Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging, disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.

f. Perubahan bau, misalnya:

Timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin seperti diamin kadaverin dan putresin.
Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.


4. Penyebab Kerusakan Pangan

4.1 Pertumbuhan dan Aktivitas Mikrobia

Mikrobia penyebab kebusukan ditemukan di tanah, air dan udara. Mikrobia dapat mengubah komposisi bahan pangan dengan cara menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil, menyebabkan fermentasi gula, menghidrolisis lemak, menyebabkan ketengikan, mencerna protein, menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikrobia dapat membentuk lendir, gas, busa, toksin dan lainnya.Mikrobia terdiri dari bakteri, khamir dan jamur. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia adalah air, pH, suhu, oksigen dan lain-lain.

4.2 pH

pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa. Kapang tumbuh pada pH 2– 8,5, biasanya lebih suka pada suasana asam. Sedangkan khamir tumbuh pada pH4–4,5 dan tidak tumbuh pada suasana basa.

4.3 Suhu

Setiap mikroba mempunyai suhu optimum, suhu minimum dan suhu maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri mempunyai suhu optimum antara 20oC–45oC. Suhu optimum pertumbuhan kapang sekitar 25oC – 30oC, tetapi Aspergillus sp. tumbuh baik pada 35oC – 37oC. Umumnya khamir mempunyai suhu optimum pertumbuhan serupa kapang, yaitu sekitar 25oC – 30oC.

4.4 Aktivitas Enzim di Dalam Bahan Pangan

Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan. Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan lainnya. Beberapa reaksi enzim yzng tidak berlebihan dapat menguntungkan, misalkan pada pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang berlebih dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.

4.5 Serangga Parasit

Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Gigitan serangga akan merusak permukaan bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian dan buah-buahan kering) dicegah secara fumigasi dengan zat-zat kimia yaitu metil bromida, etilen oksida dan propilen oksida. Etilen oksida dan propilen oksida tidak boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air tinggi karena dapat membentuk racun.

4.6 Pemanasan dan Pendinginan

Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat menyebabkan kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,5oC dapat mencegah atau memperlambat proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi, merusak vitamin dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-buahan dapat menyebabkan thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan penggumpalan.

4.7 Kadar Air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara sekitar. Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan dapat menjadi media yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.

4.8 Udara dan Oksigen

Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warrna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Umumnya kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan. Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung lemak. Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap molekul oksigen dengan pereaksi kimia.

4.9 Sinar

Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.

4.10 Waktu

Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama ageing.

4.11 Benturan

Kerusakan fisik selama proses produksi seperti benturan saat penangkapan dan transportasiyang menyebabkan kulit ikan luka.

5. Keracunan Pangan

Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Penanganan makanan yang kurang atau tidak baik dapat menimbulkan penyakit, keracunan, dan kematian (Depkes, 2000). Keracunan makanan adalah penyakit yang berlaku akibat mengonsumsi makanan yang tercemar. Makanan dikatakan tercemar jika ia mengandung sesuatu benda atau bahan yang tidak seharusnya berada di dalamnya. Keracunan makanan merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang telah dicemari racun, biasanya bakteria. Bergantung kepada jenis racun, kekejangan abdomen, demam dan muntah yang akan berlaku dalam waktu 3 hingga 24 jam (Supardi et al., 1999).

Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan. Sumber penyakit yang mungkin mencemari makanan dapat terjadi selama proses produksi yang dimulai dari pemeliharaan, pemanenan atau penyembelihan, pembersihan atau pencucian, persiapan makanan atau pengolahan, penyajian serta penyimpanan. Selain hal tersebut sekarang juga masih terdapat penggunaan bahan-bahan kimia dalam produksi makanan, sehingga resiko kontaminasi oleh bahan-bahan kimia juga tidak sedikit (Purawijaya, 1992).




6. Macam-Macam Keracunan Pangan

Keracunan pangan dibagi menjadi dua macam yaitu keracunan pangan oleh bakteri dan keracunan pangan non bakteri.

6.1 Keracunan Pangan Oleh Bakteri

Menurut Rahayu (2012), keracunan pangan oleh bakteri yang sering ditemukan umumnya disebabkan oleh 6 jenis bakteri yaitu sebagai berikut :

1. Salmonella sp.

Bakteri ini biasanya terdapat pada daging sapi, daging unggas dan telur yang tidak matang sempurna dan dimakan mentah. Kontaminasi juga dapat terjadi apabila pangan matang bercampur dengan pangan mentah atau kontaminasi silang dari penjamah makanan yang higienitasnya buruk. Gejala yang dialami oleh orang setelah makan makanan terkontaminasi Salmonella sp. diantaranya mual, demam, pusing, diare dan muntah selama 2-7 hari. Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak pangan sumber protein hewani sampai matang benar, memisahkan makanan yang telah matang dengan pangan mentah dan menyimpan pangan pada suhu <4oC.

2. Shigella sp.

Penyebaran jenis bakteri ini pada umumnya melalui orang yang memiliki higienitas buruk dalam mengolah dan menyiapkan makanan. Shigella sp. sering dijumpai pada pangan hewani yang melalui proses pengolahan yang panjang atau pangan yang tidak mengalami pemanasan. Masa inkubasi bakteri ini adalah 1-7 hari. Orang yang terinfeksi bakteri ini akan mengalami sakit perut, demam, muntah dan diare. Langkah pencegahan untuk menangani kasus ini antara lain mempraktikkan higienitas perorangan dan sanitasi dalam penanganan makanan (HACCP), tidak menyimpan makanan pada suhu ruang selama lebih dari 2 jam dan menggunakan lemari pendingin untuk menyimpan makanan.

3. Eschericia coli

Jenis bakteri ini biasanya menyebar melalui pangan yang tercemar limbah. Hal ini terjadi mulai dari produksi sampai dengan tahap akhir ke tangan konsumen. Selain itu dapat ditemui pula pada daging yang kurang matang dan susu yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasinya adalah 3-4 hari. Apabila terinfeksi E. coli, penderita mengalami kram perut yang disertai diare, demam (bisa sampai 10 hari), bahkan perlu ditangani secara serius di rumah sakit. Kejadian yang fatal seperti infeksi saluran urin yang bermuara pada gagal ginjal dapat terjadi bila terinfeksi bakteri E.Coli. Beberapa cara untuk mencegah terkena infeksi ini adalah tidak mengonsumsi air mentah, susu non pasteurisasi dan makanan setengah matang (tidak matang sempurna).

4. Listeria monocytogenes

Umumnya bakteri ini ditemukan di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan serta lingkungan pengolahan makanan. Media penyebarannya antara lain air minum mentah, susu non pasteurisasi, daging dan produk perikanan serta sayur dan buah mentah yang dipupuk dengan pupuk kandang. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan gejala demam, menggigil dan kembung, sedangkan pada bayi dan anak kecil terdapat gejala-gejala seperti muntah dan sulit bernapas. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menghindari mengkonsumsi susu mentah dan keju yang dibuat dari susu non pasteurisasi, mengikuti petunjuk label pada kemasan dan memanaskan kembali produk pangan beku.

5. Staphylococcus aureus

Penyebaran bakteri ini berlangsung melalui kulit manusia, jerawat, bisul dan infeksi tenggorokan saat melakukan penyiapan dan pengolahan makanan. Staphylococcus aureus senang berkembang pada jenis makanan seperti daging sapi, daging unggas, salad, keju, telur dan makanan yang ditutupi oleh krim. Gejala-gejala yang biasanya dialami oleh orang yang keracunan antara lain mual, muntah, diare dan kram perut selama 1-2 hari. Namun kejadian ini jarang berujung fatal. Menjaga kebersihan diri, selalu mencuci tangan saat mengolah, menyiapkan dan menyentuh makanan, serta menjaga kualitas sanitasi lingkungan yang baik merupakan tindakan pencegahan keracunan makanan yang disebabkan oleh jenis bakteri ini.

6. Clostridium botulinum

Jenis bakteri ini paling banyak ditemukan dalam produk pangan kaleng tetapi tidak dengan proses pemanasan yang sempurna. Biasanya praktik ini sering dijumpai pada industry rumah tangga. Tanda-tanda yang dapat ditemui jika suatu pangan mengandung bakteri maupun toksinnya antara lain terdapat cairan jernih agak keputihan, kemasan retak, tutup kaleng yang kendor, kaleng yang menggembung atau timbul bau yang menyimpang. Masa inkubasinya adalah 4-72 jam dengan gejala-gejala yang timbul seperti sulit menelan, sulit bernafas, mata mengantuk, kesulitan berbicara dan penglihatan berbayang. Bila tidak segera ditangani akan berakibat fatal. Cara pencegahannya adalah mencermati kondisi pangan kaleng sebelum membeli, tidak mengonsumsi produk makanan dengan kaleng yang rusak dan memanaskan pada suhu 80oC selama 20 menit sebelum dikonsumsi.

6.2 Keracunan Pangan Non Bakteri

Keracunan pangan yang disebabkan oleh non bakteri yaitu di antaranya keracunan oleh bahan kimia dan keracunan karena bahan alami pada ikan.

7. Keracunan Pangan Non Bakteri

Keracunan pangan yang disebabkan oleh non bakteri yaitu di antaranya keracunan oleh bahan kimia dan keracunan karena bahan alami pada ikan.

7.1 Keracunan Bahan Kimia

Bahan kimia berbahaya dapat menjadi bahan pencemaran. Bahan tersebut dapat berupa terdapatnya residu pestisida, antibiotika, logam berat berbahaya dan keracunan zat adiktif.

7.1.1 Residu Pestisida 

Pestisida digunakan secara sengaja untuk membunuh serangga yang mengganggu tanaman pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Pestisida yang ideal adalah senyawa yang membunuh secara selektif, akan tetapi kebanyakan dari komponen-komponen pestisida memiliki selektifitas rendah. Akibat negatif dari penggunaan pestisida adalah masuknya komponen-komponen berbahaya ke dalam rantai makanan dan air minum dan tertimbun dalam tubuh manusia. Misalnya organokhlorin adalah senyawa mengandung khlor yang digunakan untuk membasmi nyamuk dan diketahui bersifat merusak sistem syaraf (BPOM, 2011).

7.1.2 Residu Obat-obatan 

Sebagai contoh residu obat-obatan adalah hormon dan antibiotik. Residu hormon yang terdapat dalam makanan berasal dari produk-produk hewan seperti daging, susu, telur dan sebagainya. Hormon ini dapat berasal dari hewan itu sendiri atau dapat pula berasal dari makanan ternak dan pemeliharaan ternak. Salah satunya keracunan merkuri yang dapat terjadi pada seseorang secara tidak sengaja dengan makan atau minum sesuatu yang mengandung merkuri, menghisap uap merkuri melalui pernafasan atau dapat pula penghisapan melalui kulit. Keracunan dapat terjadi melalui kadar yang masuk ke dalam tubuh manusia melampaui batas tertentu. Merkuri ini sering mengkontaminasi ikan, tepung dan biji-bijian. Gejala keracunan merkuri mungkin tidak terlihat selama beberapa bulan dan biasanya merupakan kelainan neurologis, seperti gangguan kordinasi keseimbangan dan penerimaan syaraf perasa (BPOM, 2011).

7.1.3 Zat aditif

Zat aditif bahan makanan yang ditambah secara sengaja agar makanan lebih sedap, tampak lebih menarik, bau dan rasa lebih sedap, dan makanan lebih tahan lama (awet). Kriteria zat adiktif menurut WHO adalah aman digunakan. Jumlahnya sekedar memenuhi kriteria pengaruh yang diharapkan, tidak boleh digunakan untuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal.
Efek penyalahgunaan zat aditif  bisa menyebabkan toksik jika mengkonsumsi  melebihi kadar yang ditentukan dalam waktu relatif lama. Sifat toksik tersebut muncul setelah terpapar dalam rentang waktu relatif lama, seperti penggunaan sakarin dan siklamat (pemanis buatan) akan meracuni hati, penggunaan Monosodium Glutamat (penyedap rasa) akan merusak jaringan otak dan banyak bahaya zat tambahan lain yang bisa membahayakan kesehatan manusia (Sediaotama, 1989).

7.1.4 Logam berat

Keracunan ini terjadi karena bahan pangan mengandung logam berat berbahaya akibat pencemaran lingkungan oleh industri yang tidak bertanggung jawab. Keracunan juga bisa terjadi karena mengonsumsi pangan yang diberi pupuk mengandung logam. Logam berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar yang selanjutnya melalui siklus rantai makanan. Logam yang terakumulasi ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan dan tumbuhan apabila melebihi toleransi.

Batas ambang batas cemaran logam oleh BPOM adalah 2 ppm. Gejala keracunan arsen akut pada saluran pencernaan berupa adanya rasa terbakar di tenggorokan, sukar menelan, mual, muntah, diare serta rasa nyeri yang sangat pada perut. Pada sistem kardiorespirasi akan muncul gejala nafas berbau bawang putih, kulit kebiruan (sianosis), rasa sukar bernafas, serta turunnya tekanan darah (hipotensi). Terpapar akut oleh kadmium (Cd) menyebabkan gejala nausea (mual), muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati serta gangguan kardiovaskuler. Merkuri dapat berpengaruh terhadap tubuh karena dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan kerusakan sel. Sifat-sifat membran dari dinding sel akan rusak karena pengikatan dengan merkuri, sehingga aktivitas sel dapat terganggu (Widaningrum et al., 2007).

7.2 Keracunan Oleh Bahan Alami Pada Ikan

Ada tiga jenis biotoksin yang alami terdapat di dalam ikan yaitu ciguatera, puffer fish poisoning, dan paralytic shellfish poisoning sebagai berikut:

7.2.1 Ciguatera

Ciguatera dijumpai pada beberapa ratus spesies ikan yang hidup di perairan dangkal sekitar terumbu karang. Dalam satu tahun, ikan ini tiba-tiba menjadi beracun dan dapat hilang daya racunnya secara cepat, tergantung dari pakan yang dikonsumsinya. Manusia akan mengalami keracunan apabila mengkonsumsi ikan ini yang sedang dalam keadaan beracun. Racun ikan ini tidak terurai meskipun ikan sudah dimasak. Gejala keracunan dapat dirasakan setengah sampai empat jam sesudah memakan ikan.  Ciri-ciri keracunan antara lain terasa gatal di sekitar mulut, kesemutan pada kaki dan lengan, mual, muntah, diare, nyeri perut, nyeri persendian, demam, menggigil, sakit pada saat kencing, dan otot tubuh terasa lemah (Efendi & Yusra, 2012).

7.2.2 Puffer Fish Poisoning

Puffer fish poissoning adalah keracunan yang diakibatkan karena mengkonsumsi ikan beracun. Contoh ikan beracun dari jenis ini adalah ikan buntal (Tetraodontidae).  Efek racunnya lebih fatal dibandingkan ciguatera.  Ikan ini beracun sepanjang tahun dan persentase kematian manusia akibat mengkonsumsi ikan ini lebih dari 50 persen.  Namun ikan jenis ini hanya di bagian saluran pencernaannya saja yang beracun, maka dengan membuang saluran pencernaannya ikan ini sudah aman untuk dikonsumsi (Efendi & Yusra, 2012).

7.2.3 Paralytic Shellfish Poisoning

Paralytic shellfish poisoning adalah keracunan akibat mengkonsumsi jenis kerang di perairan dangkal sekitar terumbu karang. Keracunan jenis ini disebabkan oleh racun saxitoxin. Racun ini dihasilkan oleh dinoflagellata. Kerang merupakan pemangsa dari dinoflagellata sehingga racun tersebt terakmulasi di dalam tubuh kerang dan menyebabkan keracunan pada manusia yang mengonsumsi kerang tersebut.






III. PENUTUP

1. Kesimpulan

- Kerusakan pangan adalah proses perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak diinginkan atau adanya penyimpangan dari karakteristik normal. Jenis kerusakan yaitu mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis, dan kimia. Penyebab kerusakan diantaranya aktivitas mikrobia, pH, suhu, aktivitas enzim, serangga parasit, kadar air, udara, oksigen, sinar, waktu, dan benturan
- Keracunan makanan merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang telah dicemari racun. Keracunan pangan terdiri dari 2 yaitu bakteri dan non bakteri. 

2. Saran

Sebaiknya konsumen dapat lebih selektif dalam memilih bahan pangan sehingga dapat terhindar dari keracunan yang disebabkan oleh kerusakan bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA


Atjang, M.S. dan J. Kumendong. 1992. Petunjuk Laboratorium Penyimpanan Dingin. PAU – PG IPB. Bogor.

BPOM. 2011. Laporan Tahunan. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Kota Samarinda.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Prinsip-Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan. Depkes RI. Jakarta.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan oleh M. Mulyoharjo. UI Press. Jakarta.

Efendi, Y. dan Yusra. 2012. Pengendalian Mutu Hasil Perikanan. Bung Hatta University Press. Padang.  ISBN 978-602-8899-83-3.

Gaman, P., dan B. Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu “Makanan Kaleng“. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Muchtadi, D. dan R. Tien. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayu, W.P. dan C. Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan. IPB Press. Bogor.

Sediaotama, A.D. 1989. Ilmu Gizi. Jilid II. Jakarta.

Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Jakarta.

Widaningrum, M. dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol.3.



Demikianlah Info postingan berita Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene

terbaru yang sangat heboh ini Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene dan berita ini url permalinknya adalah http://nyimakpelajaran.blogspot.com/2017/09/kerusakan-pangan-makalah-toksikologi.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerusakan Pangan : Makalah Toksikologi dan Higiene"

Posting Komentar