SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Link : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM




I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syari’at perniagaan Islam mengajarkan kita agar senantiasa membangun perniagaan di atas kejelasan. Kejelasan dalam harga, barang, dan akad. Sebagaimana Islam juga mensyari’atkan agar kita menjauhkan akad perniagaan yang kita jalin dari segala hal yang bersifat untung-untungan, atau yang disebut dalam bahasa arab dengan gharar. Demikian itu, dikarenakan unsur gharar atau ketidakjelasan status, sangat rentang untuk menimbulkan persengketaan dan permusuhan. Gharar masih keap ditemui dalam berbagai sektor, salah satunya pertanian. Kalangan petani lazim dikenal penjualan hasil penen dengan cara tebasan atau ijon. Dari tinjauan bahasa, tebasan adalah pembelian hasil tanaman sebelum dipetik. Dalam praktik, tebasan dilakukan, biasanya oleh tengkulak, dengan cara membeli hasil pertanian atau perkebunan sebelum masa panen. 

Kadang kala sebagian gharar dimaafkan, terutama bila ada alasan yang dibenarkan. Berikut beberapa misal dari gharar yang dibenarkan: anda dibolehkan membeli atau menjual rumah, walaupun anda atau pembeli tidak mengetahui pondasinya. Anda juga dibolehkan untuk membeli atau menjual kambing yang sedang bunting, sehingga dalam putingnya terdapat susu, walaupun anda tidak mengetahui seberapa kadar susu yang ada di dalamnya. Yang demikian itu dikarenakan status dan hukum pondasi mengikuti bagian dari rumah yang nampak oleh penglihatan. Sebagaimana keadaan juga menuntut kita untuk membolehkan jual-beli rumah walau tanpa mengetahui pondasinya, karena bila kita syaratkan agar pondasi rumah diketahui oleh kedua pihak, pasti merepotkan mereka berdua. Demikian juga halnya dengan menjual hewan bunting yang telah mengeluarkan susu dari putingnya. Sama halnya dengan perumpamaan diatas, maka dlaam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem ijon pada penjualan tanaman padi.

B. Tujuan

1. Mengetahui baik dan buruknya sistem jual beli ijon
2. Mengetahui perspektif sistem jual beli ijon menurut hukum agama Islam


II. ISI

A. Pengertian Sistem Jual Beli Ijon


Jual  beli  Ijon  adalah  jual  beli  buah-buahan  atau  biji-bijian  yang  masih  hijau dan berada di pohon. Buah-buahan tersebut belum  siap  untuk  dipanen,  misalnya  jika jual beli ini terjadi pada buah pisang maka pisang tersebut masih hijau dan belum bisa untuk  dimakan.  Sedangkan  pada mangga maka  biasanya  mangga  tersebut  sudah mulai tua dan kurang lebih satu hingga dua bulan lagi  siap  dipanen.  Praktek  lainnya yaitu  pada  buah  jambu  biasanya  buah tersebut  sudah mendekati  masa  panen sehingga tidak lama lagi akan dapat dipetik. Dalam  jual  beli  ijon  sendiri buah-buahan dan  biji-bijian  yang  dijadikan  obyek  akad tidak ditimbang secara pasti, dalam hal ini berlaku akad borongan  yaitu taksiran harga dari pembeli pada barang-barang tersebut. masih hijau. Dalam  khazanah  Islam  klasik  jual beli  Ijon  dinamakan (mukhadlarah),  istilah  ini  berasal  dari bahasa  Arab  yang  berarti  memperjualbelikan  buah-buahan  atau  biji-bijian  yang masih hijau. Al-Muhaqalah yaitu menjual hasil  pertanian  sebelum  tampak  atau menjualnya ketika masih kecil. Ukuran dari kecil  atau  belum  tampaknya  buah  sangat berbeda  pada  masing-masing  karakternya, misalnya  saja  mangga  yang  masih  kecil tentu  tidak  akan  dijadikan  obyek  transaksi jual beli karena secara adat kebiasaan juga belum tampak kualitasnya.

Menurut Wijaya dan Faried (1991), ijon merupakan bentuk perkreditan informal yang berkembang di pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam dan bervariasi, tetapi secara umum ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panenan. Ini merupakan “penggadaian” tanaman yang masih hijau, artinya belum siap waktunya untuk dipetik, dipanen atau dituai. Tingkat bunga kredit jika diperhitungkan pada waktu pengembalian akan sangat tinggi, antara 10 sampai dengan 40 persen. Umumnya pemberi kredit merangkap pedagang hasil panen yang menjadi pengembalian hutang.

B. Hukum Sistem Jual Beli Ijon dalam Islam

Jual Beli Ijon berdasarkan hadist Nabi Riwayat Bukhori Muslim adalah terlarang. Hukum larangan jual beli ijon ini karena objek atau barang yang diperjualbelikan belum jelas spesifikasinya, baik ukuran atau timbangannya maupun mengenai kualitas (kematangan) buahnya. Hal ini bertentangan dengan syarat sah akad jual beli bahwa objek jual beli harus jelas baik ukuran maupun kualitas barang. Disamping itu, dalam jual beli ijon ada unsur spekulasi yang berarti kemungkinan besar adanya salah satu pihak yang dirugikan baik dari pihak penjual atau pihak pembeli. Meski begitu, larangan jual beli ijon ini tidak berlaku terhadap jual beli kelapa muda meskipun warnanya masih hijau dan belum matang, namun yang dibutuhkan pembeli adalah airnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan rasanya yang enak dan segar (Harun dan Abdullah, 2012). Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muttafaqun ‘alaih yaitu 

“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan dengan pembayaran di muka (salam), hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hukum jual beli di dalam Islam pada asalnya  adalah  mubah  (boleh-boleh  saja) akan  tetapi  jika  terdapat  padanya  hal-hal yang  menyelisihi  syariat  maka  jual  beli tersebut bisa jadi menjadi haram. Misalnya menjual  barang-barang  yang  tidak  dimiliki atau  barang-barang yang  tidak  diketahui kualitas  dan  ukurannya. Berkaitan dengan jual beli salam pada asalnya jual beli tidak diperbolehkan dalam Islam. Hal didasarkan sabda  Nabi  Muhammad  Shalallahu  Alaihi Wasalam  yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:

“Rasulullah    melarang  muhaqalah, mukhadlarah  (ijonan),  mulamasah, munabazah  dan muzabanah”. HR. Bukhari

Dalam  riwayat  yang  lainnya disebutkan   bahwasanya  Abdullah  Ibnu Umar juga telah menceritakan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam : 

“Rasulullah  telah  melarang  menjual  buah-buahan  sebelum  nyata jadinya.  Ia  larang  penjual  dan pembeli ”.  HR  Bukhari  dan Muslim.

Berdasarkan dua hadits ini maka jual beli  pada  benda-benda  yang  tidak  ada, belum  ada  dan  tidak  jelas  keberadaannya adalah  dilarang  dalam  Islam,  makna dilarang  di  sini  adalah  haram  dilakukan. Pelarangan  jual  beli  ini  didasarkan  pada adanya  unsur  ketidakjelasan  (gharar)  pada benda yang dijadikan obyek jual beli yaitu belum  jelas  dari  segi  criteria,  jumlah  serta ukurannya.  Selain  itu  dikhawatirkan  akan terjadi  kedzaliman  pada  pihak-pihak  yang melakukan  transaksi  jual  beli  tersebut. Maka  apapun  alasannya  maka  jual  beli tanpa  adanya  benda  yang  diperjualbelikan maka  diharamkan,  demikian  pula  jual  beli pada  benda-benda  yang  belum  jelas keberadaanya seperti misalnya jual beli ijon yaitu jual beli buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. 

Namun dalam prakteknya system jual beli  Ijon  telah  menjadi  kebiasaan  sehari-hari  masyarakat  di  seluruh  dunia.  Tidak hanya  di  Madinah,  namun  juga  terjadi  di hampir  seluruh  wilayah  di  Indonesia.  Di antara  contohnya  adalah  jual  beli  yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Cilacap Jawa Tengah Indonesia. Masyarakat di sana sudah  terbiasa  melakukan  jual  beli  buah-buahan  seperti  pisang,  mangga,  rambutan dan buah-buahan lainnya yang masih muda dan  masih  berada  di  pohonnya.  Demikian juga mereka biasa menjual padi yang masih berada  pada  pohonnya  di  sawah  atau ladang.  Selain  itu  mereka  juga  melakukan jual  beli  borongan  pada  benda-benda  yang tidak  jelas,  misalnya  menjual  secara borongan  singkong  yang  masih  ada  di pohonnya,  padahal  singkong  tersebut  jelas tidak  kelihatan  karena  berada  di  dalam tanah.

Selain itu beberapa akad jual beli  ijon  juga  dilakukan  bukan  karena kebutuhan  uang  yang  mendesak,  artinya mereka menjualnya karena hal itu memang menjadi  kebiasaannya.  Dari  segi  harga, selisihnya tidak jauh berbeda dengan ketika menjualnya  dalam  keadaan  sudah  tua  atau sudah masak. 

Perbedaan  antara  jual  beli  ijon  dan jual beli salam adalah bahwa pada jual beli ijon  barang  yang  diperjualbelikan  sudah ada  namun  belum  sempurna  keadaannya. Sedangkan  pada  jual  beli  salam  maka barang yang diperjualbelikan itu belum ada dan  hanya  sebatas  janji  akan  mengadakan barang  tersebut  pada  saat  transkasi berlangsung.
Adapun  perbedaan  antara  jual  beli ijon  dan  jual  beli  salam  adalah  sebagai berikut: 

1. Jual Beli Salam :

a. Pertama, pada jual beli salam penjual memiliki kebebasan  dalam  pengadaan barang,  bisa  berasal  dari  hasil  ladangnya dan  bisa  pula  dengan  membeli  dari  hasil ladang  orang  lain.
b. Kedua, pada akad salam, penjual bisa saja  mendapatkan  hasil  panen  yang melebihi  jumlah  pesanan,  sebagaimana dimungkinkan  pula  hasil  panen  ladangnya tidak  mencukupi  jumlah  pesanan.  Akan tetapi  itu  tidak  menjadi  masalah  yang berarti,  sebab  ia  dapat  menutup kekurangannya dengan membeli dari orang lain.
c. Ketiga,  pada  akad  salam,  buah  yang diperjual-belikan telah ditentukan mutu dan kriterianya,  tanpa  peduli  ladang  asalnya. Sehingga  bila  pada  saat  jatuh  tempo,  jika penjual  tidak  bisa  mendatangkan  barang dengan  mutu  dan  kriteria  yang  disepakati maka  pembeli  berhak  untuk  membatalkan pesanannya.

2. Jual Beli Ijon :

a. Pertama, penjual hanya dibatasi agar mengadakan buah dari ladangnya sendiri. 
b. Kedua, pada sistem  ijon semua  hasil  panen  ladang  penjual  menjadi milik  pembeli,  tanpa  peduli  sedikit banyaknya  hasil  panen.  Dengan  demikian, bila  hasil  panennya  melimpah,  maka penjual merugi besar, sebaliknya bila hasil panen  kurang  bagus,  karena  suatu  hal, maka pembeli merugi besar pula. 
c. Ketiga,  Adapun  pada  sistem  ijon, pembeli tidak memiliki hak pilih pada saat jatuh  tempo,  apa  yang  dihasilkan  oleh ladang  penjual,  maka  itulah  yang  harus  ia terima.
Al Quran memberikan kebebasan berbisnis secara sempurna, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Pembatasan dalam hal keuangan dan kontrol pertukaran juga dibebaskan, karena hal itu menyangkut kebebasan para pelaku bisnis. Kompetensi terbuka didasarkan pada hukum natural dan alami, yakni berdasarkan penawaran dan permintaan (supply dan demand).

Akan tetapi perlu diingat bahwa legalitas dan kebebasan di atas, jangan diartikan dapat menghapuskan semua larangan tata aturan dan norma yang ada di dalam kehidupan berbisnis. Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan secara penuh dan ketat semua etika bisnis yang ditata oleh Al Quran pada saat melakukan semua transaksi, yakni:

1. Adanya ijab qabul (tawaran dan penerimaan) antara dua pihak yang melakukan transaksi;
2. Kepemilikan barang yang ditransaksikan itu benar dan sah
3. Komoditas yang ditransaksikan berbentuk harta yang bernilai
4. Harga yang ditetapkan merupakan harga yang potensial dan wajah
5. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak saat jika mendapatkan kerusakan pada komoditas yang akan diperjualbelikan (Khiyar Ar-Ruyah)
6. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak yang terjadi dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak (Khiyar Asy- Syarth).

Meskipun dalam melakukan transaksi bisnis, seorang Muslim harus juga memperhatikan keadilan sosial bagi masyarakat luas. Ajaran Al Quran yang menyangkut keadilan dalam bisnis dapat dikategorikan menjadi dua, yakni bersifat imperatif (perintah) dan berbentuk perlindungan. Setidaknya ada enam etika jual beli (bisnis) dalam Islam yang diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, antara lain adalah (1) Bahwa bisnis (jual beli) dilakukan atas dasar suka sama suka; (2) Bahwa ada hak untuk melakukan khiyar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan transaksi); (3) Menyempurnakan takaran dan timbangan; (4) Perjanjian (perikatan) dilakukan secara tertulis atau dengan dua orang saksi; (5) Larangan jual beli ijon; dan (6) Larangan menimbun.

C. Alasan Larangan Jual Beli Ijon

Pelarangan  system jual  beli  ini  didasarkan  pada  adanya  unsur gharar  dalam  jual  beli  tersebut  sehingga salah satu pihak akan terdzalimi. Selain itu dalam  jual  beli  ijon  juga  benda  yang diperjualbelikan  tersebut  belum  berpindahtangan,  padahal  menurut  Abu  Hanifah bahwa  transaksi  jual  beli  mensyaratkan adanya  perpindahan  kepemilikan  dari penjual  kepada  pembeli.  Dalam  akad transaksi  ijon  maka  barang  yang  menjadi obyek  transaksi  masih  tetap  berada  di pohon  sehingga  jual  beli  ini  tidak  sah.

Unsur  gharar  (ketidakjelasan)  terjadi karena  benda  yang  menjadi  obyek  akad bisa  jadi  akan  mengalami  kerusakan  atau tidak  sesuai  dengan  yang  diharapkan setelah  terjadinya  akad,  maka  terkadang pihak penjual akan untung sementara pihak pembeli  akan  rugi.  Sebaliknya  jika  buah ersebut ternyata bagus dan seharusnya bisa dijual dengan harga lebih tinggi maka pihak penjual  akan  merugi  dengan  akad  yang dilakukan sebelumnya. Bila  kita  perhatikan  larangan  dalam jual beli ijon maka tampak bahwa jual beli ini  mendatangkan  pertengkaran  bagi penjual  dan  pembeli.

Berdasarkan latar belakang larangan tersebut,  maka  hikmah  yang  dapat  kita ambil  adalah: 

a. Mencegah timbulnya pertengkaran  (mukhashamah) akibat  kesamaran.  
b. Melindungi pihak  pembeli,  jangan  sampai  menderita kerugian  akibat  pembelian  buah-buahan yang  rusak  sebelum  matang.  
c. Memelihara  pihak  penjual  jangan  sampai memakan  harta  orang  lain  dengan  cara yang  bathil,  sehubungan  dengan  hal  ini
d. Menghindarkan  penyesalan  dan  kekecewaan  pihak  penjual  jika ternyata  buah  muda  yang  dijual  dengan harga  murah  itu  memberikan  keuntungan besar  kepada  pembeli  setelah  buah  itu matang  dengan  sempurna.

Rasulullah bersabda : “Jika engkau jual kepada saudaramu buah  lalu  ditimpa  bahaya,  maka tidak  boleh  engkau  ambil daripadanya sesuatu. Dengan jalan apa  engkau  mengambil  harta saudaramu  dengan  tidak  benar?”.
HR. Muslim.

Jual beli ijon adalah jual beli dengan obyek  akad  buah-buahan  atau  bijibijian  yang  masih  hijau  (muda)  dan berada  di  pohonnya.  Sedangkan  jual beli salam adalah jual beli penundaan dimana  penyerahan  obyek  akan dilakukan  setelah  pembayaran berlangsung.


III. PENUTUP

1. Baik/Keuntungan Sistem Ijon : Untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak, Proses penjualan secara ijon dengan cara penebas menawarkan untuk membeli hasil pertanian petani. Begitu juga dengan cara petani yang menawarkan kepada penebas untuk membeli hasil pertaniannya, dan Keuntungan bagi petani jika hasil tanamannya gagal panen dan petani bisa menerima uang lebih awal. Sedangkan kerugiannya saat hasilnya melimpahruah karena harga yang ditetapkan jauh dari perkiraan petani.

2. Dalam syari’ah islam sistem ijon dilarang karena transaksi penjualannya belum diketahui bentuk, zat jumlah dan harga yang ditetapkan hanya berdasarkan perkiraan saja. Sistem ijon sampai saat ini belum bisa dihilangkan karena bersifat simbiosis mutualisme antara penjual dan pembeli.




DAFTAR PUSTAKA

Harun dan Abdullah M. 2012. Penyuluhan Hukum-Hukum Muamalat dalam Kitab A-Fiqih A- Islami wa Adullatuhu Bagi Jama’ah Masjid At-Tawwabin Mangkuyudan RT 01/04 Ngabeyan Kartasura Sukoharjo. Vol 15 No. 1. 67 hal.

Misno, dkk. Teori ‘Urf dalam Sistem Hukum Islam Studi Jual Beli Ijon pada Masyarakat Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Al-Mashlahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam.

Wijaya, Faried. 1991. Perkreditan Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan Kita. Yogyakarta: BPFE.



Demikianlah Info postingan berita SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

terbaru yang sangat heboh ini SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2017/04/sistem-jual-beli-ijon-menurut.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"

Posting Komentar