SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
Judul Posting : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Link : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Anda sedang membaca posting tentang SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2017/04/sistem-jual-beli-ijon-menurut.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
Judul Posting : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Link : SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syari’at perniagaan Islam mengajarkan kita agar senantiasa membangun perniagaan di atas kejelasan. Kejelasan dalam harga, barang, dan akad. Sebagaimana Islam juga mensyari’atkan agar kita menjauhkan akad perniagaan yang kita jalin dari segala hal yang bersifat untung-untungan, atau yang disebut dalam bahasa arab dengan gharar. Demikian itu, dikarenakan unsur gharar atau ketidakjelasan status, sangat rentang untuk menimbulkan persengketaan dan permusuhan. Gharar masih keap ditemui dalam berbagai sektor, salah satunya pertanian. Kalangan petani lazim dikenal penjualan hasil penen dengan cara tebasan atau ijon. Dari tinjauan bahasa, tebasan adalah pembelian hasil tanaman sebelum dipetik. Dalam praktik, tebasan dilakukan, biasanya oleh tengkulak, dengan cara membeli hasil pertanian atau perkebunan sebelum masa panen.
Kadang kala sebagian gharar dimaafkan, terutama bila ada alasan yang dibenarkan. Berikut beberapa misal dari gharar yang dibenarkan: anda dibolehkan membeli atau menjual rumah, walaupun anda atau pembeli tidak mengetahui pondasinya. Anda juga dibolehkan untuk membeli atau menjual kambing yang sedang bunting, sehingga dalam putingnya terdapat susu, walaupun anda tidak mengetahui seberapa kadar susu yang ada di dalamnya. Yang demikian itu dikarenakan status dan hukum pondasi mengikuti bagian dari rumah yang nampak oleh penglihatan. Sebagaimana keadaan juga menuntut kita untuk membolehkan jual-beli rumah walau tanpa mengetahui pondasinya, karena bila kita syaratkan agar pondasi rumah diketahui oleh kedua pihak, pasti merepotkan mereka berdua. Demikian juga halnya dengan menjual hewan bunting yang telah mengeluarkan susu dari putingnya. Sama halnya dengan perumpamaan diatas, maka dlaam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem ijon pada penjualan tanaman padi.
B. Tujuan
1. Mengetahui baik dan buruknya sistem jual beli ijon
2. Mengetahui perspektif sistem jual beli ijon menurut hukum agama Islam
II. ISI
A. Pengertian Sistem Jual Beli Ijon
Jual beli Ijon adalah jual beli buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau dan berada di pohon. Buah-buahan tersebut belum siap untuk dipanen, misalnya jika jual beli ini terjadi pada buah pisang maka pisang tersebut masih hijau dan belum bisa untuk dimakan. Sedangkan pada mangga maka biasanya mangga tersebut sudah mulai tua dan kurang lebih satu hingga dua bulan lagi siap dipanen. Praktek lainnya yaitu pada buah jambu biasanya buah tersebut sudah mendekati masa panen sehingga tidak lama lagi akan dapat dipetik. Dalam jual beli ijon sendiri buah-buahan dan biji-bijian yang dijadikan obyek akad tidak ditimbang secara pasti, dalam hal ini berlaku akad borongan yaitu taksiran harga dari pembeli pada barang-barang tersebut. masih hijau. Dalam khazanah Islam klasik jual beli Ijon dinamakan (mukhadlarah), istilah ini berasal dari bahasa Arab yang berarti memperjualbelikan buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. Al-Muhaqalah yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih kecil. Ukuran dari kecil atau belum tampaknya buah sangat berbeda pada masing-masing karakternya, misalnya saja mangga yang masih kecil tentu tidak akan dijadikan obyek transaksi jual beli karena secara adat kebiasaan juga belum tampak kualitasnya.
Menurut Wijaya dan Faried (1991), ijon merupakan bentuk perkreditan informal yang berkembang di pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam dan bervariasi, tetapi secara umum ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panenan. Ini merupakan “penggadaian” tanaman yang masih hijau, artinya belum siap waktunya untuk dipetik, dipanen atau dituai. Tingkat bunga kredit jika diperhitungkan pada waktu pengembalian akan sangat tinggi, antara 10 sampai dengan 40 persen. Umumnya pemberi kredit merangkap pedagang hasil panen yang menjadi pengembalian hutang.
B. Hukum Sistem Jual Beli Ijon dalam Islam
Jual Beli Ijon berdasarkan hadist Nabi Riwayat Bukhori Muslim adalah terlarang. Hukum larangan jual beli ijon ini karena objek atau barang yang diperjualbelikan belum jelas spesifikasinya, baik ukuran atau timbangannya maupun mengenai kualitas (kematangan) buahnya. Hal ini bertentangan dengan syarat sah akad jual beli bahwa objek jual beli harus jelas baik ukuran maupun kualitas barang. Disamping itu, dalam jual beli ijon ada unsur spekulasi yang berarti kemungkinan besar adanya salah satu pihak yang dirugikan baik dari pihak penjual atau pihak pembeli. Meski begitu, larangan jual beli ijon ini tidak berlaku terhadap jual beli kelapa muda meskipun warnanya masih hijau dan belum matang, namun yang dibutuhkan pembeli adalah airnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan rasanya yang enak dan segar (Harun dan Abdullah, 2012). Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muttafaqun ‘alaih yaitu
“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan dengan pembayaran di muka (salam), hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hukum jual beli di dalam Islam pada asalnya adalah mubah (boleh-boleh saja) akan tetapi jika terdapat padanya hal-hal yang menyelisihi syariat maka jual beli tersebut bisa jadi menjadi haram. Misalnya menjual barang-barang yang tidak dimiliki atau barang-barang yang tidak diketahui kualitas dan ukurannya. Berkaitan dengan jual beli salam pada asalnya jual beli tidak diperbolehkan dalam Islam. Hal didasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
“Rasulullah melarang muhaqalah, mukhadlarah (ijonan), mulamasah, munabazah dan muzabanah”. HR. Bukhari
Dalam riwayat yang lainnya disebutkan bahwasanya Abdullah Ibnu Umar juga telah menceritakan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam :
“Rasulullah telah melarang menjual buah-buahan sebelum nyata jadinya. Ia larang penjual dan pembeli ”. HR Bukhari dan Muslim.
Berdasarkan dua hadits ini maka jual beli pada benda-benda yang tidak ada, belum ada dan tidak jelas keberadaannya adalah dilarang dalam Islam, makna dilarang di sini adalah haram dilakukan. Pelarangan jual beli ini didasarkan pada adanya unsur ketidakjelasan (gharar) pada benda yang dijadikan obyek jual beli yaitu belum jelas dari segi criteria, jumlah serta ukurannya. Selain itu dikhawatirkan akan terjadi kedzaliman pada pihak-pihak yang melakukan transaksi jual beli tersebut. Maka apapun alasannya maka jual beli tanpa adanya benda yang diperjualbelikan maka diharamkan, demikian pula jual beli pada benda-benda yang belum jelas keberadaanya seperti misalnya jual beli ijon yaitu jual beli buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau.
Namun dalam prakteknya system jual beli Ijon telah menjadi kebiasaan sehari-hari masyarakat di seluruh dunia. Tidak hanya di Madinah, namun juga terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Di antara contohnya adalah jual beli yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Cilacap Jawa Tengah Indonesia. Masyarakat di sana sudah terbiasa melakukan jual beli buah-buahan seperti pisang, mangga, rambutan dan buah-buahan lainnya yang masih muda dan masih berada di pohonnya. Demikian juga mereka biasa menjual padi yang masih berada pada pohonnya di sawah atau ladang. Selain itu mereka juga melakukan jual beli borongan pada benda-benda yang tidak jelas, misalnya menjual secara borongan singkong yang masih ada di pohonnya, padahal singkong tersebut jelas tidak kelihatan karena berada di dalam tanah.
Selain itu beberapa akad jual beli ijon juga dilakukan bukan karena kebutuhan uang yang mendesak, artinya mereka menjualnya karena hal itu memang menjadi kebiasaannya. Dari segi harga, selisihnya tidak jauh berbeda dengan ketika menjualnya dalam keadaan sudah tua atau sudah masak.
Perbedaan antara jual beli ijon dan jual beli salam adalah bahwa pada jual beli ijon barang yang diperjualbelikan sudah ada namun belum sempurna keadaannya. Sedangkan pada jual beli salam maka barang yang diperjualbelikan itu belum ada dan hanya sebatas janji akan mengadakan barang tersebut pada saat transkasi berlangsung.
Adapun perbedaan antara jual beli ijon dan jual beli salam adalah sebagai berikut:
1. Jual Beli Salam :
a. Pertama, pada jual beli salam penjual memiliki kebebasan dalam pengadaan barang, bisa berasal dari hasil ladangnya dan bisa pula dengan membeli dari hasil ladang orang lain.
b. Kedua, pada akad salam, penjual bisa saja mendapatkan hasil panen yang melebihi jumlah pesanan, sebagaimana dimungkinkan pula hasil panen ladangnya tidak mencukupi jumlah pesanan. Akan tetapi itu tidak menjadi masalah yang berarti, sebab ia dapat menutup kekurangannya dengan membeli dari orang lain.
c. Ketiga, pada akad salam, buah yang diperjual-belikan telah ditentukan mutu dan kriterianya, tanpa peduli ladang asalnya. Sehingga bila pada saat jatuh tempo, jika penjual tidak bisa mendatangkan barang dengan mutu dan kriteria yang disepakati maka pembeli berhak untuk membatalkan pesanannya.
2. Jual Beli Ijon :
a. Pertama, penjual hanya dibatasi agar mengadakan buah dari ladangnya sendiri.
b. Kedua, pada sistem ijon semua hasil panen ladang penjual menjadi milik pembeli, tanpa peduli sedikit banyaknya hasil panen. Dengan demikian, bila hasil panennya melimpah, maka penjual merugi besar, sebaliknya bila hasil panen kurang bagus, karena suatu hal, maka pembeli merugi besar pula.
c. Ketiga, Adapun pada sistem ijon, pembeli tidak memiliki hak pilih pada saat jatuh tempo, apa yang dihasilkan oleh ladang penjual, maka itulah yang harus ia terima.
Al Quran memberikan kebebasan berbisnis secara sempurna, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Pembatasan dalam hal keuangan dan kontrol pertukaran juga dibebaskan, karena hal itu menyangkut kebebasan para pelaku bisnis. Kompetensi terbuka didasarkan pada hukum natural dan alami, yakni berdasarkan penawaran dan permintaan (supply dan demand).
Akan tetapi perlu diingat bahwa legalitas dan kebebasan di atas, jangan diartikan dapat menghapuskan semua larangan tata aturan dan norma yang ada di dalam kehidupan berbisnis. Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan secara penuh dan ketat semua etika bisnis yang ditata oleh Al Quran pada saat melakukan semua transaksi, yakni:
1. Adanya ijab qabul (tawaran dan penerimaan) antara dua pihak yang melakukan transaksi;
2. Kepemilikan barang yang ditransaksikan itu benar dan sah
3. Komoditas yang ditransaksikan berbentuk harta yang bernilai
4. Harga yang ditetapkan merupakan harga yang potensial dan wajah
5. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak saat jika mendapatkan kerusakan pada komoditas yang akan diperjualbelikan (Khiyar Ar-Ruyah)
6. Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak yang terjadi dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak (Khiyar Asy- Syarth).
Meskipun dalam melakukan transaksi bisnis, seorang Muslim harus juga memperhatikan keadilan sosial bagi masyarakat luas. Ajaran Al Quran yang menyangkut keadilan dalam bisnis dapat dikategorikan menjadi dua, yakni bersifat imperatif (perintah) dan berbentuk perlindungan. Setidaknya ada enam etika jual beli (bisnis) dalam Islam yang diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, antara lain adalah (1) Bahwa bisnis (jual beli) dilakukan atas dasar suka sama suka; (2) Bahwa ada hak untuk melakukan khiyar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan transaksi); (3) Menyempurnakan takaran dan timbangan; (4) Perjanjian (perikatan) dilakukan secara tertulis atau dengan dua orang saksi; (5) Larangan jual beli ijon; dan (6) Larangan menimbun.
C. Alasan Larangan Jual Beli Ijon
Pelarangan system jual beli ini didasarkan pada adanya unsur gharar dalam jual beli tersebut sehingga salah satu pihak akan terdzalimi. Selain itu dalam jual beli ijon juga benda yang diperjualbelikan tersebut belum berpindahtangan, padahal menurut Abu Hanifah bahwa transaksi jual beli mensyaratkan adanya perpindahan kepemilikan dari penjual kepada pembeli. Dalam akad transaksi ijon maka barang yang menjadi obyek transaksi masih tetap berada di pohon sehingga jual beli ini tidak sah.
Unsur gharar (ketidakjelasan) terjadi karena benda yang menjadi obyek akad bisa jadi akan mengalami kerusakan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan setelah terjadinya akad, maka terkadang pihak penjual akan untung sementara pihak pembeli akan rugi. Sebaliknya jika buah ersebut ternyata bagus dan seharusnya bisa dijual dengan harga lebih tinggi maka pihak penjual akan merugi dengan akad yang dilakukan sebelumnya. Bila kita perhatikan larangan dalam jual beli ijon maka tampak bahwa jual beli ini mendatangkan pertengkaran bagi penjual dan pembeli.
Berdasarkan latar belakang larangan tersebut, maka hikmah yang dapat kita ambil adalah:
a. Mencegah timbulnya pertengkaran (mukhashamah) akibat kesamaran.
b. Melindungi pihak pembeli, jangan sampai menderita kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang.
c. Memelihara pihak penjual jangan sampai memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, sehubungan dengan hal ini
d. Menghindarkan penyesalan dan kekecewaan pihak penjual jika ternyata buah muda yang dijual dengan harga murah itu memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan sempurna.
Rasulullah bersabda : “Jika engkau jual kepada saudaramu buah lalu ditimpa bahaya, maka tidak boleh engkau ambil daripadanya sesuatu. Dengan jalan apa engkau mengambil harta saudaramu dengan tidak benar?”.
HR. Muslim.
Jual beli ijon adalah jual beli dengan obyek akad buah-buahan atau bijibijian yang masih hijau (muda) dan berada di pohonnya. Sedangkan jual beli salam adalah jual beli penundaan dimana penyerahan obyek akan dilakukan setelah pembayaran berlangsung.
III. PENUTUP
1. Baik/Keuntungan Sistem Ijon : Untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak, Proses penjualan secara ijon dengan cara penebas menawarkan untuk membeli hasil pertanian petani. Begitu juga dengan cara petani yang menawarkan kepada penebas untuk membeli hasil pertaniannya, dan Keuntungan bagi petani jika hasil tanamannya gagal panen dan petani bisa menerima uang lebih awal. Sedangkan kerugiannya saat hasilnya melimpahruah karena harga yang ditetapkan jauh dari perkiraan petani.
2. Dalam syari’ah islam sistem ijon dilarang karena transaksi penjualannya belum diketahui bentuk, zat jumlah dan harga yang ditetapkan hanya berdasarkan perkiraan saja. Sistem ijon sampai saat ini belum bisa dihilangkan karena bersifat simbiosis mutualisme antara penjual dan pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
Harun dan Abdullah M. 2012. Penyuluhan Hukum-Hukum Muamalat dalam Kitab A-Fiqih A- Islami wa Adullatuhu Bagi Jama’ah Masjid At-Tawwabin Mangkuyudan RT 01/04 Ngabeyan Kartasura Sukoharjo. Vol 15 No. 1. 67 hal.
Misno, dkk. Teori ‘Urf dalam Sistem Hukum Islam Studi Jual Beli Ijon pada Masyarakat Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Al-Mashlahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam.
Wijaya, Faried. 1991. Perkreditan Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan Kita. Yogyakarta: BPFE.
Demikianlah Info postingan berita SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
terbaru yang sangat heboh ini SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.
Anda sedang membaca posting tentang SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2017/04/sistem-jual-beli-ijon-menurut.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
0 Response to "SISTEM JUAL BELI IJON MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"
Posting Komentar