HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
Minggu, 20 November 2016
HACCP,
Kuliah & Sekolah,
Makalah,
Pengendalian Mutu Hasil Perikanan,
sistem pegendalian mutu
Edit
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU) - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU), telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
Judul Posting : HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
Link : HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
Anda sedang membaca posting tentang HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU) dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2016/11/hazard-analysis-critical-control-point.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
Judul Posting : HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
Link : HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
MAKALAH PENGENDALIAN MUTU HASIL PERIKANAN
“HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN”
Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Elfira Ritvani Sari (13084)
2. Kartika Dwi Prasetyaningrum (13131)
3. Yo Florensia Oriscayati (13137)
4. Hera Nurlita Putri (13316)
5. Nadia Aulia Putri (13496)
6. Amara Faiz Wriahusna (13822)
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mutu dalam suatu produk sangat penting, hal ini karenan dengan adanya mutu produk suatu makanan maka produk tersebut akan aman dan konsumen akan lebih banyak memilih. Dengan banyaknya konsumen yang percaya akan mutu suatu produk, maka produktivitas suatu usaha tersebut juga akan semakin tinggi. Mutu adalah ukuran relatif dari kebendaan. Mendefinisikan mutu dalam rangka kebendaan sangat umum sehingga tidak menawarkan makna oprasional. Secara oprasional mutu produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan. Sebenarnya mutu adalah kepuasan pelanggan. Ekspektasi pelanggan bisa dijelaskan melalui atribut-atribut mutu atau hal-hal yang sering disebut sebagai dimensi mutu. Oleh karena itu, mutu produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan dalam delapan dimensi mutu. Delapan dimensi mutu adalah (Hansen & Mowen, 1994: 433-434):
a. Kinerja (Performance), merupakan tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk
b. Estetika (Aesthetic), berhubungan dengan penampilan wujud produk
c. Kemudahan perawatan dan perbaikan (service ability), berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk
d. Keunikan (features), menunjukan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk sejenis.
e. Reliabilitas (Reliability), berhubungan dengan probabilitas produk dan jasa menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan pangan. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi. Indonesia telah menerapkan sistem pembinaan mutu tersebut dengan Program Manajemen Mutu Terpadu yang pada hakekatnya merupakan aplikasi konsep HACCP yang telah disesuaikan dengan kondisi pengolahan di Indonesia.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui ketahanan suatu produk hasil perikanan tersebut dapat bertahan dalam jangka waktu lama dan aman untuk di konsumsi.
b. Mengetahui karakteristik mutu, potensi bahaya produk, mengetahui prosedur/sistem pengendalian mutu, sampai dengan studi kasus aplikasinya pada industri perikanan. Dan untuk mengurangi total biaya produksi akibat kegagalan produk.
1.3 Manfaat
Manfaat dari mengetahui tentang mutu, penanganan mutu, dan pengendalian mutu tersebut adalah untuk lebih merasa hati- hati dan lebih waspada dalam memilih suatu produk makanan, sedangkan untuk perusahaan produk tersebut adalah manfaatnya untuk membuat konsumen percaya produk yang kita hasilkan tersebut mutunya, sehingga keuntungan dari usaha tersebut pun akan tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa yang dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Mutu produk atau jasa akan dapat diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan perusahaan berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Terdapat dua perspektif mutu, yaitu perspektif mutu produsen dan perspektif mutu konsumen. Apabila kedua perspektif tersebut disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara dua sisi perspektif yang dikenal sebagai kesesuaian bagi penggunaan konsumen (fitness for consumer use) (Russel dan Taylor, 2003).
Menurut Ishikawa (1985), pengendalian mutu adalah pelaksanaan langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar semuanya berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan dapat tercapai dan terjamin.Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamananpangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahanmakanan, makanan dan minuman (PP Nomor 28, 2004).
J.M. Juran dan Frank Gryna mendefinisikan biaya mutu sebagai (Juran Gryna, 1993: 1-2): biaya yang dikeluarkan atau terjadi dalam usaha untuk membuat, menemukan, memperbaiki atau menghindari kerusakan dan penurunan mutu produk. Menurut Supriono (2002: 379) adalah biaya yang terjadi atau mungkin terjadi karena mutu yang buruk. Jadi biaya mutu adalah biaya yang berhubungan denganpenciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2006: 624) Cost of quality are the costs that exist because poorquality may or does exist. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa biaya mutu adalah biaya yang dikeluarkan atau akan terjadi dalam usaha menciptakan mutu, penjagaan kestabilan mutu dan memperbaiki kerusakan.
Pembekuan udang adalah salah satu pengolahan hasil perikanan yang bertujuan untuk mengawetkan makanan berdasarkan atas penghambatan pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim-enzim. Produk udang beku merupakan komoditas ekspor, dalam penambahan devisa negara di Indonesia dari hasil perikanan, udang menempati urutan teratas, oleh karena itu untuk menjamin terhadap jaminan mutu dan keamanan produk udang beku bagi konsumen mutlak diperlukan suatu cara pengendalian mutu untuk mengkompromi problema “food hygien dan safety” yang terjadi dengan pendekatan HACCP (Nuryani, 2006).
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
Sanitasion Standart Operating Procedures (SSOP) dalam hal HACCP dikenal sebagai prasyarat. Dimana prasyarat yang dimaksud bahwa sebenarnya program-program ini tidak terkait langsung dalam HACCP namun guna mendukung berjalannya sistem HACCP dengan baik. Sebagai contohnya pada suatu perusahaan sebelum menerapka HACCP lebih baiknya telah menerapkan GMP terlebih dahulu. GMP secara umum mencangkup delapan kunci, antara lain air, permukaan yang berkontak langsung dengan bahan, kontaminasi silang, fasilitas pencuci tangan dan toilet, perlinfungan dari pemalsuan, pelabelan dan penyimpanan toksikan, kesehatan pekerja serta program pengendalian hama.
• Penerapan HACCP di Indonesia
1. Pembentukan tim HACCP
Pengenalan dan pembentukan TIM HACCP ini melibatkan berbagai ahli di bidang ilmu da kerja sama dai seluruh elemen perusahaan. TIM HACCP ini biasanya ditunjuk oleh manajemen perusahaan. Dalam hal menentukan tim HACCP ini hanya orang-orang yang telah memiliki sertifikat HACCP yang dapat ditunjuk sebagai tim HACCP perusahaan. Karena kesuksesan sistem HACCp sangat bergantung pada pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap proses,produk,potensi bahaya dan sanitasi.
2. Deskripsi Produk
Deskripsi dari produk sangat penting karena digunakan sebagai salah satu alat untuk menelusuri apabila terjadi penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam proses produksi.
3. Identifikasi rencana pengguna
Dalam kegiatan ini tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir porduk tersebut. Identifikasi ini nantinya akan menetukan arah dan cara pengontrolan pada proses produksi.
4. Penyusunan bagan alir proses
Tahapan penyusunan bagan alir ini menunjukan proses pengolahan pada produk mulai dari bahan baku hingga menjadi suatu produk akhir yang disajikan secara runtut dalam bentuk satu diagram. Tujuan dari penyusunan bagan alir ini untuk memudahkan mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat timbul pada tiap tahapan proses pengolahan. Sehingga proses tahapan harus dibuat secara detail tanpa melewatkan satu proses pun.
5. Konfirmasi bagan alir di lapangan
Tahapan ini bertujuan untuk meyakinkan dan memeriksa kembali tiap tahapan proses yang dilakukan dilapangan sehingga akan meminimalkan terjadinya kesalahan pada sistem HACCP. Dalam hal ini nantinya tim pemeriksa akan melakukan pengamatan dan mencocokkan proses yang ada dengan bagan alir yang telah dibuat secara detail hingga parameter-parameter yang ada pada masing-masing proses.
6. Identifikasi potensi bahaya
Identifikasi potensi bahaya ini dilakukan pada semua tahapan proses pengolahan dari bahan baku hingga produk akhir. Tujuannya guna mengetahui potensi dan tingkat bahaya yang ada dalam tahapan proses yang kemudian dianalisis pula prosedur pencegahannya.
7. Penetapan titik kendali kritis atau critical control points (CCP)
Critical Control points adalah titik kritis yang apabila tindakan-tindakan pengawasan gagal dilakukan dapat menyebabkan kerugian oleh dan/atau terhadap konsumen karena adanya kemunduran mutu, pembusukan atau pemalsuan. Penentuan CCP ini dengan memanfaatkan tabel identifikasi bahaya pada tiap tahapan prosesnya.
8. Penetuan batas kritis
Batas kritis merupakan sutu titik yang telah diteapkan dan tidak boleh dilampaui apabila tahap tersebut merupakan CCP. Batas kritis pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, Aw, serta ketersediaan klorin dan parameter yang berhubungan dengan pancaindra.
9. Penyusunan system pemantauan untuk setiap CCP
Sistem pemantauan untuk CCP merupakan pengujian atau telaah yang dicatat oleh perusahaan untuk melaporkan keadaan CCP. Hal ini berguna untuk menjamin agar batas kritis yang telah ditetapkan tidak dilalui.
10. Penetapan Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi meliputi prosedur yang seharusnya dilakukan apabila terjadi penyimpangan. Beberapa tindakan koreksi yang dapat dilakukan antara lain :
a. Analisis ulang apabila hasil analisis tidak sesuai dengn batas kritis yang ditentukan
b. Ejection atau penolakan
c. Disposisi
d. Setop Operasi
e. Hold production
f. Pemeriksaan ulang
g. Perbaikan atau pergantian alat
11. Penetapan prosedur verifikasian
Setiap pemantauan dan tindakan yang diambil dicatat pada form tertentu dan diperiksa oleh tim HACCP yakni melalui QC dan QA. Setiap kepala bagian melaporkan hasil pemantauan dan secara kooperatif menjalin komunikasi tentang tindakan koreksi yang diambil dengan QC dan QA.
12. Penetapan Dokumentai dan Pencatatan
Penetapan dokumentasi dan pencatatan adalah menetapkan system pencatatan data sebagai bukti tertulis bahwa prosedur dan penerapan HACCP telah dilakukan.
• Penerapan HACCP dalam Perusahaan Pembekuan Udang
Menurut Bonnel, Hazard Analiysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem pengawasan yang sangat rasional, objektif dan menggunakan teknik atau prosedur yang sangat sistematis guna mencegah terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. HACCP dapat diterapkan mulai dari bahan baku pengolahan, penggudangan, distribusi sampai diterima konsumen. Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah oleh perusahaan pengolah makanan.
Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Tahapan HACCP
1. Pembentukan Tim HACCP
Pengenalan dan pembentukan sistem HACCP ke dalam sebuah perusahaan besar bukan merupakan hal yang mudah sehingga diperlukan kerjasama dari berbagai ahli di bidang ilmu tertentu dan kerjasama dari atasan hingga bawahan. Orang-orang yang masuk ke dalam tim HACCP ditunjuk oleh manajemen perusahaan. Kesuksesan sistem HACCP sangat tergantung pada pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses, potensi bahaya, dan sanitasi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pelatihan tentang sistem HACCP sehingga hanya orang-orang yang telah memiliki sertifikat HACCP yang dapat ditunjuk sebagai tim HACCP perusahaan.
Berikut ini contoh tim HACCP pada suatu perusahan pengolahan udang beku.
2. Deskripsi Produk
Produk harus dideskripsikan secara jelas dan detail, dari bahan baku, bahan tambahan, jenis produk, komposisi, karakteristik umum, kondisi produk , cara penyimpanan, standar mutu dan tanggal kadaluarsa. Berikut ini adalah contoh deskripsi produk udang beku.
3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok remaja, atau kelompok orangtua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi. Pada Produk udang beku kelompok konsumen yang dituju adalah masyarakat umum.
4. Penyusunan Bagan Alir Proses
Tahap penyusunan bagan alir menunjukkan proses pengolahan produk mulai dari bahan baku hingga menjadi produk akhir yang disajikan secara runtut dalam satu diagram. Hal ini bertujuan untuk memudahkan mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat timbul pada tiap tahapan proses pengolahan. Bagan alir proses yang telah disusun dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut :
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Udang beku
5. Pemeriksaan (Verifikasi) Bagan Alir Proses
Tahapan pemeriksaan bagan alir proses bertujuan untuk meyakinkan dan memeriksa kembali tiap tahapan proses yang dilakukan di lapangan. Hal ini akan bermanfaat meminimkan kesalahan yang terjadi pada sistem HACCP. Kesalahan yang terjadi pada karena kesalahan pada tiap tahapan proses, berpotensi tidak menghasilkan sistem HACCP yang bagus. Pemeriksaan bagan alir proses pada proses pembekuan udang dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
6. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan pada semua tahapan proses pengolahan, dari bahan baku hingga produk akhir udang beku. Proses ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan tingkat bahaya yang ada dalam tiap tahapan proses, yang kemudian dianalisis pula prosedur pencegahannya. Menurut Bonnel (1994), faktor-faktor yang dapat menimbulkan bahaya, diantaranya adalah sifat bahan pangan itu sendiri, proses pengolahan, peralatan yang digunakan, karyawan yang menangani dan lingkungan. Pedoman identifikasi bahaya pada proses pengolahan dapat menggunakan pedoman cara berproduksi yang baik (Good Manufacturing Practice).
Identifikasi bahaya pada sistem HACCP di pengolahan udang beku dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut :
7. Penetapan Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (CCP)
Critical Control Point (CCP) adalah titik kritis dimana apabila tindakan-tindakan pengawasan gagal dilakukan dapat menyebabkan kerugian oleh dan atau terhadap konsumen karena adanya kemunduran mutu, pembusukan, atau adanya pemalsuan. Penentuan Critical Control Point (CCP) pada tiap tahapan proses dilakukan dengan memanfaatkan tabel identifikasi bahaya pada tiap tahapan prosesnya. Menurut Nuryani (2006), prosedur penentuan Critical Control Point (CCP) dilakukan dengan bantuan penggunaan pohon keputusan atau decision tree dari hasil identifikasi bahaya tiap proses.
Pohon keputusan untuk menentukan Critical Control Point (CCP) dapat dilihat pada Gambar 3. sebagai berikut :
Keterangan :
*) Lanjutkan ke bahaya yang teridentifikasi berikutnya dalam proses yang dinyatakan
**) Tingkatan yang dapat diterima dan tidak dapat diterima perlu ditentukan sesuai tujuan menyeluruh dalam mengidentifikasi CCP pada rencana HACCP
Gambar 3. Diagram pohon keputusan untuk menentukan Critical Control Point (CCP)
Melalui penggunaan pohon keputusan atau decision tree, proses pembekuan udang ditetapkan dua tahapan proses sebagai Critical Control Point (CCP). Penjelasan Critical Control Point (CCP) adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan Bahan Baku
Potensi bahaya yang paling berbahaya adalah adanya kandungan antibiotik pada tubuh udang. Antibiotik tersebut berasal dari pemberian petambak terhadap tambak budidaya udang mereka. Hal ini dilakukan agar udang yang mereka budidaya dapat cepat bertambah besar, tahan terhadap penyakit dan berukuran besar. Namun, adanya kadar antibiotik yang tinggi pada udang dapat berakibat buruk bagi manusia yang mengkonsumsinya, yaitu berpotensi memicu tumbuhnya sel kanker. Oleh sebab itu, dilakukan pengujian laboratorium oleh pihak Quality Control agar dapat mengecek keberadaan antibiotik pada bahan baku. Apabila ditemukan kandungan antibiotik yang tinggi, bahan baku udang tersebut dapat dieliminasi atau dikembalikan ke petambak.
b. Pendeteksian Logam
Potensi bahaya yang paling berbahaya adalah adanya kandungan logam pada produk udang beku. Adanya logam pada produk udang beku dapat berakibat membahayakan konsumen. Bahkan, dapat melukai konsumen apabila terdapat logam yang besar dan tajam pada produk udang beku. Kandungan logam yang sering mengkontaminasi produk udang beku adalah logam jenis besi, aluminium dan seng. Adanya logam dalam produk udang beku dimungkinkan berasal dari sarana dan prasarana pengolahan udang beku, misalkan serpihan seng berkarat yang mudah pecah. Pendeteksian logam ditentukan sebagai Critical Control Point (CPP) karena hanya pada tahap ini dilakukan pengecekan adanya logam pada produk udang beku. Oleh sebab itu, pada tahapan proses ini dikatakan dapat mereduksi ataupun mencegah potensi bahaya.
8. Penentuan Batas Kritis Untuk Setiap Critical Control Point (CCP)
Batas kritis merupakan suatu titik yang telah ditetapkan dan tidak boleh dilampaui apabila tahap tersebut merupakan CCP. Hal ini dilakukan agar potensi bahaya dapat dikontrol dan diketahui batasan-batasan yang harus dilakukan (Indarwati, 2001). Penentuan batas kritis untuk setiap CCP berfungsi untuk memudahkan tim HACCP dalam melakukan monitoring dan mengetahui toleransi bahaya pada tiap tahapan proses pengolahan. Batas kritis pada sistem HACCP proses pembekuan udang adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan Bahan Baku
Kadar antibiotik AOZ dan AMOZ yang terkandung maksimal 1 ppb, sedangkan kadar antibiotik CAP (Chloramphenical) yang terkandung maksimal 0,5 ppb.
b. Pendeteksian Logam
Batas kritis pada proses ini adalah produk udang beku tidak menganding logam lebih dari 1,5 mm untuk Fe (besi), 2,5 mm untuk Sus (non Fe), dan 3 mm untuk logam aluminium.
9. Penentuan Prosedur Monitoring
Sistem pemantauan untuk CCP merupakan pengujian atau observasi yang dicatat oleh perusahaan untuk melaporkan keadaan CCP. Hal ini berguna untuk menjamin agar batas kritis tidak dilalui (Surono, 1999). Penentuan prosedur monitoring meliputi apa yang harus dipantau, bagaimana pemantauannya, kapan dilaksanakannya, dan siapa yang melaksanakan. Pada penentuan prosedur monitoring. Prosedur monitoring CCP pada pembekuan udang adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan Bahan Baku
a. Objek : Residu antibiotik AOZ, CAP, dan AMOZ
b. Cara : Analisa residu antibiotik di laboratorium
c. Subjek : Staff laborat
d. Frekuensi : Pengambilan acak saat bahan baku tiba dan pada produk akhir
2) Pendeteksian Logam
a. Objek : Metal detektor
b. Cara : Menggunakan indikator logam
c. Subjek : Operator
d. Frekuensi : Setiap 1 jam
10. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi meliputi prosedur yang seharusnya dilakukan apabila terjadi penyimpangan. Aplikasi tindakan koreksi di lapangan juga telah berjalan. Hal ini terlihat saat terjadi penyimpangan pada metal detektor. Metal detektor yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, mengakibatkan banyaknya produk yang tidak lolos. Hal ini akibat setting pada metal detektor yang terlalu sensitif dan tidak sesuai prosedur. Peristiwa ini dapat diketahui saat terjadi pengecekan secara rutin oleh QC dan QA. Penanganan yang dilakukan perusahaan adalah memperbaiki metal detektor. Sedangkan untuk produk yang tidak lolos metal detektor, produk disimpan dan disendirikan. Setelah metal detektor kembali normal, produk yang tadinya tidak lolos diujikan lagi pada metal detektor. Apabila ada produk yang tetap tidak lolos, produk akan di defrost atau dicairkan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan logam.
Tindakan koreksi pada proses pembekuan udang adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan Bahan baku
a. Analisa ulang
b. Rejection atau penolakan
c. Disposisi (dikelompokkan pada tempat yang berbeda)
2) Pendeteksian Logam
a. Stop operasi
b. Hold product (Produk disimpan dan ditahan)
c. Pemeriksaan ulang
d. Perbaikan atau penggantian alat
e. Menahan produk yang mengandung logam\
11. Tindakan Verifikasi
Verifikasi adalah implemetasi dari prosedur pemantauan dan tindakan koreksi untuk menyesuaikan dengan rancangan HACCP. Setiap pemantauan dan tindakan yang diambil dicatat pada form tertentu dan diperiksa oleh tim HACCP, yakni melalui QC atau QA. Setiap kepala bagian melaporkan hasil pemantauan dan secara koperatif menjalin komunikasi tentang tindakan koreksi yang diambil dengan QC dan QA. Salah satu implementasinya adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap jalannya metal detektor selalu mencatat dan melaporkan apabila ada produk yang tidak lolos pada metal detektor. Hal ini bermanfaat untuk memudahkan pengecekan dan penanganan terhadap penyimpangan tersebut. Tindakan verifikasi pada proses pembekuan udang adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan Bahan Baku
a. Pengujian AOZ : analisa laboratorium dengan cara pengambilan acak pada setiap lot pada waktu produk akhir oleh laboratorium internal dan eksternal
b. Pengujian CAP : analisa laboratorium dengan cara pengambilan acak pada produk akhir oleh laboratorium eksternal
c. Pengujian AMOZ : analisa laboratorium dengan cara pengambilan acak pada setiap lot pada waktu produk akhir oleh laboratorium internal dan eksternal
2) Pendeteksian Logam
Kalibrasi alat
12. Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan
Penetapan dokumentasi dan pencatatan adalah menetapkan sistem pencatatan data sebagai bukti tertulis bahwa prosedur dan penerapan HACCP telah dilakukan. Menurut Surono (1999), Dokumentasi dan pencatatan berfungsi untuk mendokumentasikan bahwa batas kritis pada CCP telah dipenuhi dan memudahkan untuk melacak produk dari awal hingga akhir.
Pencatatan (record) biasanya dilakukan oleh bagian Quality Control (QC) yang bertugas pada tiap tahapan proses. Pencatatan utamanya dilakukan pada tahapan proses yang merupakan CCP. Dokumen ini meliputi catatan penerimaan bahan baku, catatan proses produksi dan pengemasan. Hal ini bermanfaat untuk memudahkan pengecekan dan penjaminan mutu pada produk. Form pencatatan dapat dilihat pada Lampiran 5-15. Dokumentasi dan pencatatan pada proses pembekuan udang adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan Bahan Baku
a. Laporan uji AOZ
b. Laporan uji CAP
c. Laporan uji AMOZ
d. Report hasil uji laboratorium eksternal
2) Pendeteksian Logam
a. Pemeriksaan metal detektor
b. Pendeteksian logam pada produk akhir
• Penerapan Pengendalian Mutu pada Udang Beku
Pengendalian mutu pada produk perikanan meliputi pengawasan kelayakan dasar yang meliputi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) atau Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) dan Good Manucfaturing Practice (GMP) atau Standar Operasi Pengolahan (SOP).
Menurut Bonnel, sanitasi dapat diartikan sebagai pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah, mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat.
Sanitasi merupakan faktor penting dalam pembekuan udang. Sanitasi dalam pembekuan udang meliputi sanitasi bahan baku, perlatan dan lingkungan, serta sanitasi pekerja. Salah satu pengujian sanitasi dapat menggunakan uji mikrobiologis. Menurut Bonnel, bakteri menjadi indikator untuk mengontrol dan mengukur keefektifan praktik sanitasi suatu pabrik.
Dengan usaha sanitasi yang baik akan dapat diperoleh produk yang tidak membahayakan konsumen, dipenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan dan undang-undang diperoleh jumlah hasil olah yang tidak berkurang sebagai akibat kerusakan selama pengolahan dan karena hasil olah lebih lama disimpan, diperoleh kemantapan hasil olah sebagai komoditi perdagangan di pasaran, dicapai kepercayaan konsumen terhadap hasil olah, memperkuat kedudukan perusahaan dan meningkatkan kepercayaan badan-badan yang diperlukan perusahaan. Sebaliknya sanitasi yang tidak baik akan menyebabkan hasil olah dapat memiliki potensi membahayakan masyarakat konsumen, tidak dipenuhinya persyaratan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang diterbitkan, menimbulkan kericuhan perdagangan berupa tuntutan oleh konsumen, mengurangi tersedianya hasil olah bagi masyarakat karena ada yang rusak, melemahkan kedudukan hasil olah sebagai komoditi perdagangan di pasaran, mengurangi kepercayaan pembeli terhadap perusahaan, mengurangi kepercayaan badan-badan yang diperlukan perusahaan.
SSOP dan GMP sendiri merupakan pengawasan kelayakan dasar yang mengacu pada Codex Alimentarius Commision (CAC) tentang prinsip sanitasi dan higiene.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam penerapan sistem pengawasan dan pengendalian mutu produk udah beku diperlukan pengidentifikasian CCP sebagai suatu tahapan dalam suatu proses yang jika tidak dikontrol sebagai mana mestiya akan mengakibatkan bahaya resiko ketidak nyamanan, ketidak layakan atau penipuan ekonomis dari prosuk yang dihasilkan dengan kata lain merupakan setiap tahapan dalam suatu proses dimana faktor Bioligis, Kimia dan Fisik dapat dikendalikan agar sesuai dengan konsep HACCP.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim B. 2012. <http://thi.fp.unsri.ac.id/index.php/posting/57/>. Diakses 22 Oktober 2012.
Bonnel , AD. Quality assurance in seafood processing : a particular guide. Chapman and hall. London.
Nuryani, AG. B.2006. Pengendalian Mutu Penanganan Udang Beku Dengan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point. UNDIP. Semarang
SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Haccp) Serta Pedoman Penerapannya. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Demikianlah Info postingan berita HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)
terbaru yang sangat heboh ini HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU), mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.
Anda sedang membaca posting tentang HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU) dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2016/11/hazard-analysis-critical-control-point.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
0 Response to "HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU UNTUK SATU PRODUK PERIKANAN (UDANG BEKU)"
Posting Komentar