LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Jumat, 25 November 2016
Biologi Laut,
Gunung Kidul,
Kuliah & Sekolah,
Laporan,
Makroalga,
Pantai Sepanjang
Edit
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
Judul Posting : LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Link : LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Anda sedang membaca posting tentang LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2016/11/laporan-praktikum-lapangan-biologi-laut.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
Judul Posting : LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Link : LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Amara Faiz Wriahusna
14/367219/PN/13822
Intisari
Makroalga di Pantai Sepanjang Kabupaten Gunung Kidul sangat melimpah, sehingga perlu diadakannya studi lebih lanjut untuk mengetahui produktivitasnya. Praktikum lapangan Biologi Laut ini bertujuan untuk Mengetahui komposisi jenis, densitas, frekuensi jenis dan penutupan alga di suatu wilayah dan untuk mengetahui indeks diversitas makroalga di suatu wilayah perairan. Praktikum lapangan biologi laut ini dilaksanakan di Pantai Sepanjang Kabupaten Gunung Kidul pada hari sabtu tanggal 31 oktober 2015 pukul 13.00 sampai selesai saat air laut sedang surut. Metode yang digunakan pada praktikum lapangan adalah dengan metode kuadrat plot 1x1 m2. Ini adalah cara untuk mengambil algae dan mencatat jumlah tiap populasi dan jenisnya. Tingkat keragaman tertinggi yaitu pada spesies Ulva sp. yang memiliki indeks diversitas 0,347913105 individu/m2. Berdasarkan hasil data yang diperoleh, didapatkan nilai frekuensi dan frekuensi relatif dari masing-masing spesies yang ditemukan pada stasiun 3 yaitu pada kelas Chlorophyta spesies Ulva sp. Memiliki nilai frekuensi dan frekuensi relatif berturut-turut 0,636363636 dan 26,92307692. Codium sp. Memiliki nilai frekuensi 0,090909091 dan frekuensi relatif sebesar 3,846153846. Enteromorpha sp. Memiliki nilai frekuensi sebesar 0,5 dan frekuensi relatif sebesar 21,15384615. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa spesies yang paling dominan pada stasiun 3 maupun secara umum, yaitu spesies Enteromorpha sp. yang ditunjukkan oleh nilai densitas sebesar 60 ind/m2.
Kata kunci: Makroalga, Pantai Sepanjang, plot, zonasi, diversitas
Pendahuluan
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terdiri dari 17.567 pulau besar dan kecil, dengan luas daratannya 2.027.087 km2 (terdiri dari laut teritorial dan laut nusantara). Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna yang memiliki nilai potensial dan memiliki peranan penting secara ekologi dan ekonomi. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi dan letak geografis yang strategis. Tingginya keanekaragaman hayati juga dipengaruhi oleh arus laut dari Samudera Pasifik, Iklim musiman, dan tipe habitat dan ekosistem (Dahuri, 2003).
Sebagian besar makroalga di Indonesia bernilai ekonomis tinggi yang dapat digunakan sebagai makanan dan secara tradisional digunakan sebagai obat-obatan oleh masyarakat khususnya di wilayah pesisir. Indonesia memiliki tidak kurang dari 628 jenis makro alga dari 8000 jenis makro alga yang ditemukan di seluruh dunia. Dan sering ditemui pada daerah intertidal (Luning, 1990).
Daerah intertidal merupakan daerah pasang surut yang dipengaruhi oleh kegiatan pantai dan laut serta faktor fisika seperti suhu dan faktor kimia seperti salinitas. Kondisi komunitas pasang surut tidak banyak perubahan kecuali pada kondisi ekstrim tertentu dapat merubah komposisi dan kelimpahan organisme intertidal. Daerah ini merupakan daerah yang paling sempit namun memiliki keragaman dan kelimpahan organisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan habitat-habitat laut lainnya.
Praktikum lapangan Biologi Laut ini bertujuan untuk Mengetahui komposisi jenis, densitas, frekuensi jenis dan penutupan alga di suatu wilayah dan untuk mengetahui indeks diversitas makroalga di suatu wilayah perairan. Ruang lingkup dari praktikum lapangan biologi laut ini meliputi, persen penutupan, jumlah jenis, kepadatan, serta distribusi makroalga pada substrat tertentu di Pantai Sepanjang Kabupaten Gunung Kidul. Parameter fisik yang diukur meliputi suhu air, suhu udara dan salinitas.
Metode Penelitian
Pada praktikum lapangan ini digunakan metode line transek. Menurut Trono (1998) sampling makroalga dilakukan pada daerah pasang surut dengan menggunakan plot berukuran 1x1 m2.
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum lapangan Biologi Laut dilaksanakan di Pantai Sepanjang ( stasiun 3 dengan koordinat 8o0.247’-8o0,8.289’ LS dan 110o34.026’-110o34.134’ BT) di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB- selesai saat air sedang surut.
2.2 Pengambilan Data
Praktikum ini menggunakan metode transek, yaitu sampling makroalga dilakukan pada daerah pasang surut dengan menggunakan plot yang berukuran 1x1 m2. Cara kerjanya yaitu yang pertama membuat garis dengan menggunakan tali rafia dari garis pantai menuju ke arah tengah laut. Kemudian kuadrat plot diletakkan di daerah intertidal dengan jarak tertentu. Jarak antara kuadrat plot dapat kearah tengah atau samping sesuai dengan kondisi lokasi ( dapat juga dilakukan beberapa kali ulangan). Jarak antar plot yaitu 10 meter sehingga dilakukan pada 0 m, 10 m, 20 m, dan 30 m. Alga yang terdapat pada plot dicatat ke lembar kerja mahasiswa, kemudian alga yang ditemukan dicocokkan dengan gambar alga yang telah diberi kode. Apabila terdapat alga yang tidak sesuai dengan gambar, diberi kode spesies “X”. Contoh flora yang belum diketahui, dibawa untuk diidentifikasi dan dikoleksi. Alat yang digunakan pada praktikum lapangan yaitu diantaranya kuadrat plot 1m x 1m, tali rafia 30m, pena waterproof, kertas label, LKM, kertas pH, plastik klip, tikar, pasak besi, botol film, clip board, kamera, termometer dan pelampung. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel air laut dan sampel flora yang belum teridentifikasi.
2.3 Analisis data
Data yang dianalisis pada praktikum lapangan ini adalah densitas makroalga, densitas total, densitas relatif, frekuensi, frekuensi total dan frekuensi kuadrat seluruh jenis spesies serta mencari nilai penting. Untuk mengukur suatu kerapatan (densitas) (X) dapat digunakan rumus X = Xn/n dimana Xn merupakan Jumlah individu spesies dan n merupakan jumlah plot atau sampling. Rumus densitas total yaitu ∑▒〖densitas spesies〗. Sedangkan rumus densitas relatif yaitu (densitas suatu individu)/(densitas total) x 100%. Frekuensi merupakan jumlah total sampel yang terdapat spesies tertentu didalamnya. Frequensi dihitung dengan menggunakan rumus F = j/k dimana j merupakan jumlah sampel dengan spesies tertentu dan k merupakan jumlah total sampel (Nurmiyati,2013). Nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur yaitu densitas relatif, dominansi relatif dan frekuensi relatif dihitung dengan rumus NP = DsR + DR + FR dimana DsR merupakan nilai densitas, DR merupakan dominansi dan FR merupakan frekuensi ( Nurmiyati, 2013).
Hasil dan Pembahasan
Kondisi pada stasiun 10 umumnya pada plot-plot yang diamati memiliki suhu air rata-rata 26,5oC, suhu udara 27oC karena ketika pengamatan berlangsung dilakukan pada siang hari menuju sore sehingga suhu cenderung sedang. Untuk pH pada stasiun 10 memiliki pH sebesar 8 yang artinya perairan tersebut bersifat basa. Kemudian untuk salinitas pada stasiun 10 memiliki nilai 39 ppm. Stasiun 3 berada pada garis lintang 8o0.247’-8o0,8.289’ LS dan 110o34.026’-110o34.134’ BT yang umumnya memiliki substrat batu berkarang.
3.1 Komposisi Jenis
Alga Hijau (Chloropyceae)
Chlorophyceae umumnya berwarna hijau karena mengandung klorofil a dan b, α dan β karoten, dan xanthophyl; mempunyai cadangan makanan berupa tepung; bentuk thallus filamenthous multiseluler, coneocitik parenkimateous ataumembranaceous. Reprouksi secara aseksual (zoospora motil) maupun seksual (isogami atau oogami). Tersebar terutama di mintakat litoral bagian atas, khususnya di belahan bawah dari mintakat pasut, dan tepat di daerah bawah pasut sampai kejelukan 10 meter atau lebih, jadi di habitat yang mendapat penyinaran matahari yang bagus.
Enteromorpha sp. Thalus dari enteromorpha adalah berbentuk tabung dengan dinding tabung lapisan sel tunggal tebal. Talus dapat bercabang atau tidak bercabang, dan ada berbagai macam bentuk dalam genus. Struktur tubuhnya memanjang dan berbentuk lembaran, bercabang dari dasar, daunnya berongga dengan warna hijau. Enteromorpha melekat ke substrat dengan pegangan erat disk-seperti. Pegangan erat ini dibentuk oleh sel basal membagi menjadi tiga atau empat sel pegangan erat yang memanjang dan mengalami pembelahan lanjut.
Ulva sp. Spesies ini memiliki ciri-ciri thallus tipis berbentuk lembaran dan berwarna hijau terang, spesies ini sering disebut selada laut. Bagian tepi dari thallusnya berombak-ombak. Memilik lamina (lembaran-lembaran tipis) yang berperan sebagai assimilator yaitu tempat terjadinya fotosintesis. Bentuknya yang berupa helaian atau lembaran-lembaran tipis dan mengahasilkan zat alginat untuk kosmetik. Ulva lactuca sering disebut sebagai selada laut karena thallus dari alga ini berbentuk lembaran yang menyerupa selada. Lembaran daun berwarna hijau karena pengaruh dari kandungan klorofil a dan b. Biasa hidup berkoloni dengan melekat pada substrat dengan bantuan holdfast (Taylor, 1960).
Alga Merah (Rhodophyta)
Acantophora sp. Berbentuk silindris, berdiri tegak dan sedikit bercabang. Bagian lateral (daun) berbntuk silindris kecil, runcing, dan pendek. Terdapat holdfast sebagai alat untuk menempel pada substrat. Bagian tangkai utama yang berada di atas holdfast disebut dengan main axis, kemudian bagian yang bercabang disebutnya primary branch disebut secondary branch. Warna tubuhnya (thallus) merah kecoklatan.
3.2 Keragaman Jenis
Tabel 1. Indeks Diversitas
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa indeks diversitas tertinggi ada pada Ulva sp. dengan 0,347913105. Indeks diversitas secara umum adalah sebesar 1,381545864. Nilai diversitas menunjukkan adanya keragaman spesies makroalga di Pantai Sepanjang Kabupaten Gunungkidul.
3.3 Frekuensi
Dari data yang diperoleh pada stasiun 10, chlorophita dan rhodophita pada masing masing spesies yaitu Ulva sp.,caulerpha sp., Enteromorpha sp., dan Acantophora sp. memiliki tipe tumbuh yang sama yaitu koloni yaitu hidup secara sendiri.
Dilihat pada asosiasinya pada pada setiap spesies dilingkungan hidupnya terdapat hewan pada Ulva sp., yaitu Seagrass, lamun, bintang mengular, ikan, kelinci laut, dan nereis. Pada Enteromorpha sp., terdapat Acanthopora sp., lamun, bintang mengular, dan ikan. Spesies dan hewan bertipe hubungan simbiosis komensalisme yaitu hubungan yang terjalin pada kedua organisme namun hanya satu organisme saja yang merasa diuntungkan dan organisme lain ini tidak diuntungkan maupun dirugikan. Disini adalah hubungan antara alga dengan hewan laut, hewan laut dan alga berhubungan namun hanta hewan laut saja yang diuntungkan karena alga dijadikan sebagai tempat sembunyi dan tempat untuk mencari makan sedangkan pada alga tidak mendapat keuntunga namun juga tidak dirugikan.
Nilai frekuensi tertinggi adalah pada spesies alga Ulva sp., yaitu 0,6363 dan terendah adalah 0 yaitu Halimeda sp. dan Padina sp. Nilai frekuensi relatif tertinggi adalah Ulva sp.,yaitu 26,9230 dan terendah Halimeda sp. dan Padina sp., yaitu 0.
3.4 Nilai dominansi
Tabel 2. Frekuensi dan Densitas
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang paling mendominasi adalah Enteromorpha sp. dengan nilai densitas tertinggi, yaitu 60 indv/m2.
3.5 Kondisi Hidrologi
Tabel 3. Parameter Kualitas Air
Suhu
Hasil pengamatan yang dilakukan saat praktikum lapangan menunjukkan bahwa suhu pada permukaan perairan pada seluruh stasiun pengamatan berkisar 25-290C, dimana suhu tersebut cukup optimal untuk pertumbuhan makroalga. Menurut Sulistiyo (1976) juga menyatakan pertumbuhan yang baik untuk alga di daerah tropis adalah 20°C-30°C. Sedangkan pada suhu udara sangat tinggi karena praktikum yang dilaksanakan pada siang hari pukul 13.00 wib, dimana pada pukul 13.00 wib matahari sangat bersinar dan berada tepat diatas sehingga menyebabkan suhu udara menjadi panas. Pada suhu air plot 3 dan 4 memiliki nilai suhu rendah dibandingkan dengan plot 1 dan 2, hal ini karena plot 1-2 zonasi 0m dan 10m telah mengalami surut yang paling terendah sehingga sisa air terkena sinaran matahari pukul13.00 mengakibatkan air pada plot 1 dan 2 menjadi lebih panas. Sedangkan pada plot 3 dan 4 mengalami surut yang baru saja terjadi sehingga air yang tadinya telah menyerap panas langsung terbawa oleh aliran air yang masih akan surut.
Salinitas
Nilai salinitas sangat tinggi yaitu 35 %0 sedangkan nilai salinitas yang optimal menurut
Luning (1990), makroalga yang umumnya hidup di laut dengan salinitas antara 30-32%0, namun ada juga jenis makroalga yang hidup pada kisaran salinitas yang lebih besar.
pH
pH atau derajat keasaman perairan ini adalah 8 dimana pH ini sedikit besar. Dimana perairan ini derajat keasamannya rendah dan basa sedikit tinggi dimana pH optimal adalah netral 6-7.
Substrat
Komunitas perairan dibagi 2 yaitu komunitas darat (zona atas) dan komunitas laut (zona bawah). Komunitas darat adalah komunitas yang banyak ditemukan di dekat pantai dan akan berkurang sebarannya ke arah laut. Komunitas ini adalah komunitas jenis rumput laut (seaweed) dan lamun (sea grass) yang mensyaratkan substrat pasir dengan sedikit substrat agak halus dan cenderung hidup pada di area yang terbenam air meskipun pada saat air surut. Rumput laut dan Lamun membutuhkan nutrien yang konsentrasinya akan lebih tinggi di-temukan di substrat yang agak halus. Tumbuhan ini membutuhkan nutrien yang konsentrasinya akan lebih tinggi ditemukan di substrat yang agak halus. Substrat ke arah laut makin kasar dan dominasi karang semakin meningkat menyebabkan sebaran lamun ke arah laut terbatas hanya pada zona tengah. Zona tengah ini merupakan daerah transisi dimana faktor lingkungan lebih beragam sehingga semua komunitas yang terdiri dari tumbuhan, komunitas karang dan rumput laut masih ditemukan meskipun tidak menonjol (Yulianda et al., 2013)
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Didapatkan nilai frekuensi dan frekuensi relatif dari masing-masing spesies yang ditemukan pada stasiun 10 yaitu pada kelas Chlorophyta spesies ulva sp. Memiliki nilai frekuensi dan frekuensi relatif berturut-turut 0,636363636 dan 26,92307692. Codium sp. Memiliki nilai frekuensi 0,090909091 dan frekuensi relatif sebesar 3,846153846. Enteromorpha sp. Memiliki nilai frekuensi sebesar 0,5 dan frekuensi relatif sebesar 21,15384615.
Indeks Diversitas dari semua spesies yang ada di Pantai Sepanjang adalah 1,381545864
Saran
Pemanfaatan makrolaga di Pantai Sepanjang perlu dilakukan dengan teknologi yang lebih modern sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari makroalga tersebut karena potensi ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah.
Daftar Pustaka
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
G.C. Trono, Jr. (1998). The living marine resources of theWestern central Pacific.Volume 1. seaweeds, corals,bivalves and gastropods. food and agriculture organization of the united nations: Rome Hickling CF. 1971. Fish Culture. Faber and Faber. London.
Luning., 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography And Ecophysiology. John Wiley and Sons. New York.
Nurmiyati. 2013. Keragaman, Distribusi dan Nilai penting Makro Alga di Pantai Sepanjang
Gunung Kidul. Bioedukasi Volume 6. Nomor 1 Halaman 12-21
Taylor, W. R. 1960. Marine Algae of the Eastern Tropical and Subtropical Coast of the Americas. Ann Akbor the University of Michigan Press. New York.
Yulianda, Fredinan., Muhamad Salamuddin Yusuf, dan Windy Prayogo.2013. Zonasi Dan Kepadatan Komunitas Intertidal Di Daerah Pasang Surut, Pesisir Batu hijau, Sumbawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 2: 409-416.
Demikianlah Info postingan berita LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL
terbaru yang sangat heboh ini LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.
Anda sedang membaca posting tentang LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2016/11/laporan-praktikum-lapangan-biologi-laut.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
0 Response to "LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN BIOLOGI LAUT, PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL"
Posting Komentar