MATERI TES CPNS UUD 1945

MATERI TES CPNS UUD 1945 - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul MATERI TES CPNS UUD 1945 , telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : MATERI TES CPNS UUD 1945
Link : MATERI TES CPNS UUD 1945
BAB I
PENDAHULUAN


Undang-Undang Dasar 1945 merupakan keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal. Pembukaan terdiri dari 4 Alinea. Pasal-pasal terdiri dari 16 Bab, Bab I sampai dengan Bab XVI, pasal 1 sampai dengan pasal 37. Setelah amandemen IV, UUD 1945 terdiri dari 20 Bab, Bab I sampai dengan Bab XVI (Bab IV dihapus), dan 72 pasal, Pasal 1 sampai dengan Pasal 37, ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Pembukaan dan Pasal-pasal merupakan satu kesatuan. Disamping hukum dasar tertulis, di Negara Indonesia juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu konvensi sebagai kebiasaan yang hidup dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan.
Sebagai hukum dasar tertulis UUD 1945 mengikat: Pemerintah, Lembaga Negara, Lembaga Masyarakat, setiap Warga Negara Indonesia, dan setiap Penduduk yang berada di Wilayah Negara Republik Indonesia.
UUD 1945 bukan hukum biasa melainkan hukum dasar yang merupakan sumber hukum yang tertinggi, sehingga seluruh hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
UUD 1945 terbentuk melalui sejarah yang amat panjang melalui pasang surutnya kejayaan bangsa dan masa-masa penderitaan penjajahan, dan masa-masa perjuangan untuk merdeka, menentukan sendiri hidup dan masa depannya.
UUD 1945 untuk pertama kalinya diberlakukan pada tanggal 18 Agustus 1945, naskahnya pertama kali dimuat secara resmi dalam Berita Negara yaitu Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor  7 tanggal 15 Februari 1946.
Sebagai warga negara Republik Indonesia, Anda perlu mengetahui apakah yang dimaksud dengan UUD 1945, bagaimana fungsi dan kedudukannya dalam Tata Hukum Negara Republik Indonesia, dan perlu juga mengetahui bagaimana terjadinya (pembentukannya) serta keterangan suasana pada waktu UUD 1945 itu dibuat.




BAB II
PENGERTIAN, FUNGSI, KEDUDUKAN, DAN SEJARAH PEMBENTUKAN                   UNDANG-UNDANG DASAR 1945


A.       PENGERTIAN
Sebelum mempelajari lebih jauh materi UUD 1945, terlebih dahulu marilah kita samakan persepsi kita tentang UUD 1945. Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan UUD 1945? Baik !, Memang itulah sebenarnya yang dimaksud dengan UUD 1945. Baiklah mari kita bahas bersama-sama.
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan).
Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Naskahnya yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946, suatu penerbitan resmi Pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-Undang Dasar 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoneisa (PPKI) dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945.
Rancangan UUD 1945 dipersiapkan oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai, suatu badan bentukan Pemerintah Penjajah Jepang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian pengertian UUD 1945 adalah sebagai berikut:
UUD 1945
PEMBUKAAN
Terdiri dari  4 ALINEA
ALINEA 4  Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila
dan
PASAL-PASAL
Terdiri dari  Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab)
Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan 2 Pasal Aturan Tambahan UUD 1945 :
-          Dirancang oleh BPUPKI
-          Ditetapkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945
-          Disiarkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No.7 Tanggal 15 Februari 1946 (naskah “Penjelasan” telah dihapuskan berdasarkan amandemen keempat UUD 1945).



B.       FUNGSI UUD 1945
Setiap sesuatu dibuat dengan memiliki sejumlah fungsi, sebagai contoh kunci dibuat dengan fungsi sebagai penutup dan pembuka sebuah pintu, dengan demikian secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kunci berfungsi sebagai pembeda antara pemilik dan bukan pemilik sebuah rumah. Demikian juga halnya dengan UUD 1945, apakah sebenarnya yang menjadi fungsi dari sebuah UUD 1945 dalam praktek penyelenggaraan negara? Marilah bersama-sama kita membahas hal tersebut.
Di atas telah kita bahas bersama bahwa yang dimaksud dengan UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Dari pengertian tersebut dapatlah dijabarkan bahwa UUD 1945 mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma, dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas.
Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undangundang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.

C.       KEDUDUKAN UUD 1945
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa UUD 1945 bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia.
Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah: dalam kedudukannya yang demikian, dimanakah letak UUD 1945 dalam tata urutan peraturan perundangan kita atau secara hierarki dimanakah kedudukan UUD 1945 dalam tata urutan perundangan Republik Indonesia?
Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1.        Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.        Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3.        Peraturan Pemerintah
4.        Peraturan Presiden
5.        Peraturan Daerah Peraturan Daerah meliputi:
a.        Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b.        Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
c.        Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Disamping itu masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis – yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’.
Meskipun Konvensi juga merupakan hukum dasar (tidak tertulis), ia tidaklah boleh bertentangan dengan UUD 1945. Konvensi merupakan aturan pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, karena Konvensi tidak terdapat dalam UUD 1945.
Contoh :
Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan yang masih dipelihara selama ini adalah setiap tanggal 16 Agustus, Presiden RI menyampaikan pidato pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Praktek yang demikian tidak diatur dalam UUD 1945, namun tetap dijaga dan dipelihara dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan Republik Indonesia.

KEDUDUKAN UUD 1945
UUD 1945 adalah:
Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu Konvensi)
1.        Sebagai (norma) hukum :
a.        UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah, setiap Lembaga Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk di RI.
b.        Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan ditaati.
2.        Sebagai hukum dasar:
a.        UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945.
b.        Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.


D.       SEJARAH PEMBENTUKAN UUD 1945
Bahwasannya konstitusi atau Undang-Undang Dasar dianggap memegang peranan yang penting bagi kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah ketika Pemerintah Militer Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Sesuai janji Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar). Niat Pemerintah Militer Jepang tersebut dilatarbelakangi kekalahan balatentara Jepang di berbagai front, sehingga akhir Perang Asia Timur Raya sudah berada di ambang pintu. Janji Jenderal Mc Arthur “I shall return” ketika meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan menjadi kenyataan.
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002).
Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut Panitia Delapan.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan istilah Piagam Jakarta.
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo.
Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang, tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang.
Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena, sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada Sekutu tanpa syarat (undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu mengenai cara bagaimana (how) dan kapan (when) kemerdekaan itu akan diumumkan.
Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali dari campur tangan Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dihilangkan.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa badan yang merancang UUD 1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI adalah badan yang menetapkan UUD 1945 dan yang mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian hasil Sidang
BPUPKI adalah:
1.        Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka;
2.        Rancangan Pembukaan UUD 1945;
3.        Rancangan Pasal-pasal UUD 1945.

E.       RANGKUMAN
UUD 1945 adalah merupakan keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal. Setelah dilakukan amandemen, maka naskah Penjelasan dihapus. UUD 1945 bukan merupakan hukum biasa, namun ia merupakan hukum dasar tertulis, yang berfungsi sebagai alat kontrol, yaitu mengontrol apakah ketentuan yang lebih rendah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kententuan UUD 1945. Sebagai hukum dasar tertulis, UUD 1945 memiliki kedudukan paling tinggi dalam tata urutan atau hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.
Setelah Jepang mengalahkan sekutu dalam peperangan, maka Indonesia yang semula merupakan jajahan Belanda beralih ke Jepang. Karena Jepang memerlukan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang memenangkan perang Asia Timur Raya, maka Jepang menjanjikan kepada Indonesia, apabila rakyat Indonesia membantu Jepang memenangkan perang. Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan Indonesia. Agar Rakyat Indonesia mempercayai janji-janji Jepang, maka dibentuklah BPUPKI, yaitu Badan yang merancang UUD yang diperlukan Indonesia untuk menjadi negara merdeka, termasuk di dalamnya rancangan dasar negara dan rancangan pernyataan Indonesia merdeka.
BPUPKI dibentuk oleh Jepang pada tanggal 29 April 1945 yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso. BPUPKI mengadakan dua kali persidangan, yaitu: Sidang I dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, dan Sidang II dari tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945.
BPUPKI bertugas merumuskan Dasar Indonesia Merdeka. Hasil Sidang BPUPKI adalah:
1.        Rancangan pernyataan Indonesia merdeka;
2.        Rancangan Pembukaan UUD 1945
3.        Rancangan Pasal-pasal UUD 1945
Badan yang mengesahkan UUD 1945 setelah BPUPKI selesai melaksanakan tugasnya adalah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moch. Hatta sebagai Wakil Ketua. Sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya sesuai janji Jepang, ternyata Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, setelah Sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hirosima. Karena Belanda berusaha kembali menjajah Indonesia setelah Jepang kalah, maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia memerlukan UUD, berikut dasar negara. Menurut pasal 3 UUD 1945 yang berwenang menetapkan UUD adalah MPR. Mengingat MPR belum terbentuk pada saat itu, maka PPKI yang menetapkan UUD 1945 yang berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Naskah UUD 1945 telah dimuat dan disiarkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor 7 terbit tanggal 15 Februari 1946.



BAB III
PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945


A.       MAKNA ALINEA-ALINEA PEMBUKAAN UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 berisi pokok pikiran pemberontakan melawan imperialisme, kolonialisme, dan fasisme, serta memuat dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain daripada itu, Pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan dengan padat dan khidmat dalam empat alinea, dimana setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Mengandung nilai universal artinya mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia, sedangkan lestari artinya mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945 pada garis besarnya adalah:
Alinea I    :    terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan).
Alinea II   :    mengandung cita-cita bangsa Indonesia (negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur).
Alinea III : memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya (menyatakan bahwa kemerdekaan atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa).
Alinea IV :     memuat tugas negara/tujuan nasional, penyusunan UUD 1945, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara Pancasila.
Selanjutnya marilah kita uraikan satu persatu makna masing-masing Alinea Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut:

Alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
Makna yang terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah kemerdekaan melawan penjajah.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.
Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia. Pendirian tersebut itulah yang melandasi dan mengendalikan politik luar negeri kita.

Aline kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”
Kalimat tersebut menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita akan perjuangan bangsa Indonesia selama ini. Hal Ini juga berarti adanya kesadaran keadaan sekarang yang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alinea ini jelas apa yang dikehendaki atau diharapkan oleh para "pengantar" kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.
Alinea ini mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian :
1.        Bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan;
2.        Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;
3.        Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Alinea ketiga : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”
Kalimat tersebut bukan saja menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal tersebut berarti bahwa bangsa Indonesia mendambakan kebidupan yang berkeseimbangan material dan spiritual serta keseimbangan kebidupan di dunia dan di akhirat.
Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan (sejak dari Piagam Jakarta) serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya, dan mendirikan negara yang berwawasan kebangsaan.

Alinea keempat : “Kemudian daripada itu untuk membentuk susunan pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Alinea ini merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar, untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
Tujuan nasional negara Indonesia dirumuskan dengan "... Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kebidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial"
Sedangkan prinsip dasar yang dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menyusun kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan PancasiIa. Dengan rumusan yang panjang dan padat ini, alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus menegaskan:
1.        Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya yaitu:melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
2.        Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat;
3.        Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B.       POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM PEMBUKAAN UUD 1945
Selain apa yang diuraikan di muka, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 dengan menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.
Ada empat pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam , yaitu :
1.        Pokok pikiran pertama; "Negara ... begitu bunyinya ... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan.
Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara, dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.
2.        Pokok pikiran kedua, "Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh negara bagi seluruh rakyat ini didasarkan pada kesadaran yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
3.    Pokok pikiran ketiga, yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ialah "negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia". Ini adalah pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.    Pokok pikiran keempat, yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Oleh karena itu, undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur".
Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Apabila anda perhatikan keempat pokok pikiran itu tampaklah bahwa pokok-pokok pikiran itu tidak lain adalah pancaran dari falsafah negara, Pancasila.

C.       HUBUNGAN PEMBUKAAN DENGAN PASAL-PASAL UUD 1945
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 itu mengandung beberapa pokok pikiran yang merupakan cita-cita nasional dan cita hukum kita. Pokok-pokok pikiran dalam UUD 1945 itu dijelmakan dalam Pasal-pasal UUD 1945, dan cita hukum UUD 1945 besumber atau dijiwai oleh falsafah Pancasila. Di sinilah arti fungsi Pancasila sebagai dasar negara.
Sebagaimana diuraikan di muka, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, karena Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung pokokpokok pikiran yang dijelmakan lebih lanjut dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Dengan tetap menyadari akan keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan dengan tetap memperhatikan hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, dapatlah disimpulkan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat dasar falsafah negara Pancasila dengan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokok pikiran Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok-pokok pikiran tersebut tidak lain adalah pancaran dari Pancasila. Kesatuan serta semangat yang demikian itulah yang harus diketahui, dipahami, dan dihayati oleh setiap insan Indonesia.
D.       RANGKUMAN
Pembukaan UUD 1945 mengandung empat Alinea, yang masing-masing memiliki makna yang hakiki bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan negara. Alinea pertama menunjukkan adanya keteguhan dan kematangan pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajah.
Dengan pernyataan ini bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri pada barisan paling depan dalam menentang dan menghapus penjajahan di atas dunia.
Alinea kedua menunjukkan adanya kebanggaan dan penghargaan akan perjuangan bangsa Indonesia. Hal itu berarti juga adanya kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan yang lalu, dan keadaan sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Alinea ketiga selain apa yang menjadi motivasi nyata dan meteriil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, juga menjadi keyakinan serta menjadi motivasi spiritualnya bahwa maksud dan tindakan menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Alinea keempat merumuskan tujuan dan prinsip-prinsip dasar
untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
Selain memiliki makna, pembukaan UUD 1945 juga memiliki pokok-pokok pikiran yang meliputi, pokok pikiran pertama menunjukkan pokok pikiran persatuan, pokok pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pokok pikiran ketiga adalah negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan, serta pokok pikiran keempat adalah negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.



BAB IV
KANDUNGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945


A.       URAIAN
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal.
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketatanegaraan dan ketatapemerintahan, juga mengatur kehidupan bermasyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 memang bukan hukum biasa, tetapi ia merupakan hukum dasar tertulis, karena itu Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengatur pokok-pokoknya saja, sedangkan ketentuan lebih lanjut dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Dalam kegiatan belajar 3 ini, kepada peserta diklat hanya akan diajak membahas beberapa kandungan dari Undang-Undang Dasar 1945 yang dirasa harus diketahui (must know), sedangkan untuk hal-hal yang lain Saudara dapat mempelajarinya melalui beberapa literatur atau sumber yang banyak tersedia.
Kandungan tersebut telah dituangkan dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang antara lain meliputi: bentuk negara, sistem pemerintahan negara, kelembagaan negara, pemilihan umum, dan pemerintah daerah.

B.       BENTUK NEGARA
Permasalahan yang paling pokok di dalam mendirikan suatu negara adalah bagaimanakah bentuk negara yang dikehendaki untuk didirikan? Karena permasalahan tersebut pada akhirnya akan menentukan tata penyelenggaraan negara selanjutnya, misalnya kepala negara, sistem pemerintahan, sistem kabinet yang dianut, dan lain sebagainya.
Kita telah mengetahui bahwa banyak bentuk negara yang dapat dijumpai di dunia ini, misalnya Amerika Serikat yang berbentuk negara serikat yang terdiri dari beberapa negara bagian (federal), Inggris yang berbentuk monarkhi (kerajaan), Filipina yang berbentuk republik, dan lain-lainnya.
Sekarang bagaimanakah bentuk negara kita? Mari kita sama-sama menganalisa dari ketentuan yang ada berdasarkan konstitusi UUD 1945. Mari kita lihat pada Alinea keempat dari Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ………”. Dari rumusan tersebut nampaklah bahwa para founding fathers kita sejak semula menghendaki terbentuknya suatu negara kesatuan, negara yang bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, pokok pikiran adanya negara persatuan.
Rumusan Alinea tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik” Bunyi Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk “Republik”.
Bangsa Indonesia memilih bentuk negara yang dinamakan Republik yang merupakan suatu pola yang mengutamakan pencapaian kepentingan umum (res publica) dan bukan kepentingan perseorangan atau kepentingan golongan, dan ini merupakan kesejahteraan yang ingin dicapai dalam hidup berkelompok (aspek homo ekonomikus).
Dengan demikian idee untuk membentuk negara selain Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak mendapatkan tempat dalam konstitusi Republik Indonesia. Dalam Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 dinyatakan bahwa khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

C.       SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
Dengan telah dilakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali sejak 1999 – 2002, maka sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:
1.        Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) (Pasal 1 ayat (3));. Pasal ini menyatakan bahwa Indonesia bukan negara berdasarkan kekuasaan (machstaat).
2.        Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 (Pasal 1 ayat (2)); Pasal ini menyatakan bahwa negara Republik Indonesia menganut sistem konstitusional. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini juga mengandung pengertian bahwa kekuasaan negara tertinggi di tangan rakyat, tidak lagi di tangan MPR.
3.        Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 ayat (1)). Ketentuan pasal tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara adalah penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh Presiden.
4.        Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7). Pasal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan Presiden terbatas, yakni maksimal hanya dua kali masa jabatan saja.
5.        Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7B ayat (1)).
6.        Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal 17 ayat (1)). Pasal 17 ayat (2) menyebutkan bahwa menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ketentuan UUD 1945 tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia menganut sistem Presidensial, dimana menteri-menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi bertanggung jawab kepada Presiden.

D.    KELEMBAGAAN NEGARA
Kelembagaan negara merupakan lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945. Setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali, lembaga-lembaga negara yang ada adalah: MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, Bepeka, sedangkan DPA telah dihapus. Lembaga-lembaga negara tersebut disertai dengan tugas, wewenang, dan hak masing-masing, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Kedudukan:
Sebagai Lembaga Negara, dengan susunan keanggotaan terdiri dari anggota DPR dan DPD hasil pemilihan umum;
Sebagai pelaksana fungsi konstitutif Tugas dan wewenang:
                        1.        Bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun;
                        2.        Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar. Usul perubahan secara tertulis diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, sidang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan dilakukan dengan persetujuan sekurangkurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR.
                        3.        Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
                        4.        Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;
                        5.        Menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut di atas paling lambat tiga puluh hari sejak diterimanya usul tersebut;
                        6.        Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
                        7.        Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden, apabila terjadi kekosongan Wakil Presiden dalam masa jabatan selambatlambatnya dalam waktu enam puluh hari;
                        8.        Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, anggota MPR mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1.        Mengajukan usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR;
2.        Memilih dan dipilih;
3.        Membela diri;
4.        Imunitas;
5.        Protokoler;
6.        Keuangan dan administrastif;

2.       Presiden
Sebagai pelaksana fungsi eksekutif dan legislatif;


Kedudukan:
Sebagai pengemban amanat rakyat yang mempunyai kedudukan:
1.        selaku Kepala Pemerintahan (fungsi eksekutif dan fungsi legislatif) dan Kepala Negara;
2.        Dipilih secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum;
3.        Memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali;
4.        Dapat diberhentikan dari jabatannya oleh MPR atas usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi;
5.        Tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR;
6.        Jika mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya diganti Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya;
7.        Jika mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya dalam waktu yang bersamaan, maka Pelaksana Tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Tugas dan wewenangnya selaku Kepala Pemerintahan (fungsi eksekutif dan fungsi legislatif):
1.        Menjalankan kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-undang Dasar;
2.        Menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya;
3.        Mengajukan dan membahas rancangan undang-undang bersama DPR;
4.        Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5.        Mengajukan dan membahas usul RAPBN bersama DPR.
Tugas dan wewenangnya sebagai Kepala Negara:
1.        Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara;
2.        Dengan persetujuan DPR, menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian internasional dengan negara lain;
3.        Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang;
4.        Dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, mengangkat duta dan konsul, serta menerima penempatan duta negara lain;
5.        Dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, memberi grasi, dan rehabilitasi;
6.        Dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, memberi amnesti dan abolisi;
7.        Memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan sesuai dengan undang-undang;
8.        Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden;
9.        Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara.


3.       Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Kedudukan:
1.        Sebagai Lembaga Negara;
2.        Susunannya diatur dalam undang-undang;
3.        Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum;
4.        Seluruh anggota DPR adalah anggota MPR;
5.        DPR tidak dapat dibekukan atau dibubarkan oleh Presiden;
6.        Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya yang diatur dalam undang-undang.
Fungsi
DPR mempunyai fungsi :
1.        Legislasi
2.        Anggaran
3.        Pengawasan
Tugas dan wewenang:
1.        Bersidang sedikitnya sekali dalam setahun;
2.        Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
3.        Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah penggati undang-undang;
4.        Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakan dalam pembahasan;
5.        Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan Pajak, pendidikan, dan agama;
6.        Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
7.        Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah;
8.        Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
9.        Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
10.     Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan BPK;
11.     Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
12.     Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden;
13.     Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
14.     Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
15.     Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan UU;
Hak
DPR mempunyai hak:
1.        Interpelasi
2.        Angket
3.        Menyatakan pendapat
Anggota DPR mempunyai hak:
1.        Mengajukan usul RUU;
2.        Mengajukan pertanyaan;
3.        Menyampaikan usul dan pendapat;
4.        Imunitas

4.       Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Kedudukan :
1.        DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara;
2.        Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum;
5.        Jumlah anggota DPD di setiap provinsi sama dan jumlah seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 dari jumlah anggota DPR;
6.        Seluruh anggota DPD adalah anggota MPR;
7.        Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tatacaranya diatur dalam undang-undang.
Tugas dan Wewenang:
1.        Bersidang sedikitnya sekali dalam setahun;
2.        Dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
3.        Membahas RUU pada huruf b tersebut bersama-sama DPR atas undangan DPR sesuai tata teritb DPR, sebelum DPR membahas RUU tersebut dengan pemerintah;
4.        Melakukan pengawasan sebagai pertimbangan DPR atas pelaksanaan:
1.        Undang-undang mengenai otonomi daerah;
2.        Undang-undang mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
3.        Undang-undang mengenai hubungan pusat dan daerah;
4.        Undang-undang mengenai pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
5.        Undang-undang mengenai pajak, pendidikan, dan agama;
6.        APBN
5.        Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
6.        Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

5.    Mahkamah Agung (MA)
Sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dan penyelenggara peradilan yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Kedudukan:
1.        Sebagai Lembaga Negara yang berfungsi sebagai pengadilan tertinggi bagi semua peradilan terlepas dari pengaruh Pemerintah dan pengaruhpengaruh lainnya;
2.        Susunan Mahkamah Agung diatur dengan undang-undang;
3.        Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden;
4.        Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung;
5.        Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung diatur dalam undang-undang.
Tugas dan Wewenang:
a.        Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.        Memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan;
c.        Menguji secara materil terhadap peraturan perundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;
d.        Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam memberikan grasi dan rehabilitasi.

6.       Komisi Yudisial
Kedudukan:
1.        Bersifat mandiri;
2.        Diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR;
3.        Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Tugas dan wewenang:
1.        Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung;
2.        Memiliki wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

7.    Mahkamah Konstitusi
Kedudukan :
1.        Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
2.        Susunan Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang;
3.        Mempunyai sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh masing-masing Presiden tiga orang, DPR tiga orang, dan Mahkamah Agung tiga orang;
4.        Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi.
Tugas dan Wewenang:
1.        Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2.        Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
3.        Memutus pembubaran partai politik
4.        Memutus perselisihan hasil pemilihan umum;
5.        Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, paling lama sembilan puluh hari.

8.       Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kedudukannya :
1.        Merupakan Lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
2.        Sebagai pelaksana fungsi auditif, operatif, rekomendasi, judikatif;
3.        Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi;
4.        Anggota dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan diresmikan oleh Presiden;
5.        Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.
Tugas dan wewenang:
1.        Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara;
2.        BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya;

E.    PEMILIHAN UMUM
1.        Pemilihan umum (Pemilu) dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2.        Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPD.
3.        Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah parpol.
4.        Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
5.        Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6.        Ketentuan lebih lanjut tentang pemilu diatur dengan undang-undang.
F.       PEMERINTAH DAERAH
            1.        NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang;
            2.        Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;
            3.        Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilu;
            4.        Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis;
            5.        Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat;
            6.        Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang;
            7.        Hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemda Provinsi, Kabupaten, dan Kota, atau antara Provinsi dan kabupaten dan Kota diatur dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;
            8.        Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemda yang bersifat khusus atau bersifat istimewa diatur dengan undang-undang;
            9.        Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dengan undangundang.

G.    RANGKUMAN
Setiap negara di dunia ini mempunyai bentuknya masing-masing, seperti Amerika mempunyai bentuk negara Serikat dan terdiri dari negara-negara bagian (federal). Demikian halnya dengan Indonesia, seperti telah ditegaskan dalam UUD 1945, bahwa negara Indonesia adalah negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Konsekuensi dari ketentuan tersebut adalah bahwa Negara Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden yang berfungsi sebagai Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Hal tersebut berlainan dengan negara Inggris, misalnya, dimana Kepala Negaranya adalah seorang Raja/Ratu sedangkan Kepala Pemerintahannya dipegang oleh seorang Perdana Menteri.
Reformasi menghendaki perubahan di segala bidang, termasuk dalam bidang pemerintahan. Perubahan tatanan kehidupan kenegaraan dimulai dengan melakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945, yang berakibat pula pada perubahan kelembagaan negara. Lembaga-lembaga negara yang ada menurut UUD 1945 saat ini adalah MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, sedangkan DPA dihapuskan.
Melalui amandemen UUD 1945, kedaulatan dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat, rakyatlah yang kemudian diberi wewenang untuk menentukan kepala negaranya melalui suatu pemilihan umum yang jujur, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Rakyat juga diberi wewenang untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam lembaga DPR, DPRD, dan DPD.
Reformasi yang digulirkan menjangkau juga pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah diberikan kewenangan penuh untuk menyelenggarakan pemerintahannya melalui pelaksanaan otonomi yang seluasluasnya.
Rakyat suatu daerah diberikan wewenang untuk memilih para pemimpinnya – Gubernur, Bupati, Walikota melalui mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) yang demokratis.



BAB V
UUD 1945 DALAM GERAK PELAKSANAANNYA


A.       UUD 1945 KURUN WAKTU PERTAMA
UUD 1945 berlaku dalam dua kurun waktu. Berlakunya UUD 1945 dalam kurun waktu pertama dari tanggal 18 Agustus 1945 hingga tanggal 27 Desember 1949. Dalam kurun waktu 1945-1949 sistem pemerintahan dan lembaga-lembaga negara belum berjalan sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, karena situasi yang tidak memungkinkan dimana dalam kurun waktu 1945-1949, pihak kolonial Be1anda ingin menjajah kembali Indonesia yang sudah merdeka. Karena lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPA) belum dapat dibentuk, PPKI menetapkan Komite Nasional sebagai pembantu Presiden, untuk pembenarannya diberlakukan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Sistem Kabinet Presidensial yang harus dilaksanakan menurut UUD 1945 diubah menjadi Kabinet Parlementer.
Antara kurun waktu pertama dan kurun waktu kedua berlakunya UUD 1945 berlaku konstitusi RIS dari tanggal 27 Desember 1949 hingga tanggal 17 Agustus 1950. Konstitusi RIS tidak berlaku di negara Republik Indonesia yang beribukota Jogjakarta yang tetap memberlakukan UUD 1945.
Selanjutnya sejak tanggal 17 Agustus 1950 hingga tanggal 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Setelah itu ditetapkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 merupakan dasar hukum berlakunya UUD 1945 dalam kurun waktu kedua hingga sekarang (sebelum diamandemen).
Dalam kurun waktu pertama dari tahun 1945-1949, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebagaimana yang tercantum daIam UUD 1945 karena kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan. Hal ini disebabkan karena dalam kurun waktu tahun 1945-1949 Indonesia memusatkan segala upaya untuk mempertahankan kemerdekaan, karena pihak kolonial Belanda ingin menjajah kembali Indonesia yang sudah merdeka.
Hal-hal yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945-1949 adalah sebagai berikut:
1.        Lembaga-lembaga tinggi negara belum dapat dibentuk berdasarkan ketentuan UUD 1945, karena kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan tersebut di atas, oleh karena itu PPKI menetapkan Komite Nasional sebagai pembantu Presiden, untuk pembenarannya dicantumkan pasal IV Aturan Peralihan.
2.        Diperlakukan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 (asli).
Karena lembaga-lembaga negara yang tercantum dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk karena kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan maka diberlakukan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi : "Sebelum MPR, DPR, DPA dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleb Presiden dengan bantuan Komite Nasional".
Berdasarkan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, kekuasaan Presiden sangat besar karena meliputi kewenangan semua lembaga-lembaga tinggi negara, sedangkan Komite Nasional hanya berfungsi sebagai pembantu Presiden.


3.        Ada dua penyimpangan konstitusional yang terjadi karena kekuasaan Presiden yang sangat besar berdasarkan pasal IVAturan Peralihan, yaitu :
a.        Berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat Komite Nasional Pusat yang semula hanya sebagai pembantu Presiden menjadi badan yang memegang kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara berdasarkan maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.
b.        Perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) pada tanggal 11 Nopember 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden, dan diumumkan dengan maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 maka sistem kabinet presidensial diganti dengan sistem kabinet parlementer.
Sejak tanggal 14 Nopember 1945, kekuasaan pemerintah tidak dipegang oleh Presiden, tetapi dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet dengan para menteri sebagai anggota kabinet yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Para menteri dan perdana menteri bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai DPR.
Bahwa dalam kurun waktu 1945-1949 di dalam situasi dimana bangsa Indonesia dalam upaya memepertahankan kemerdekaan dari pihak kolonial Belanda, sistem pemerintahan sering berubah dari sistem presidensial menjadi sistem parlementer dan sebaliknya.

1.       KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Konstitusi RIS merupakan konstitusi kedua negara Indonesia, yang berlaku pada saat Indonesia menjadi negara Federal Republik Indonesia Serikat (RIS).
a.        Terbentuknya negara Federal Republik Indonesia Serikat (RIS)
                                    1)        Meskipun Indonesia sudah merdeka sejak diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, namun pihak kolonial Belanda ingin menjajah kembali Indonesia yang sudah merdeka.
                                    2)        Dengan po1itik “Devide et Impera” dari pihak kolonial Belanda, terbentuk negara-negara bagian di wilayah Indonesia, misalnya negara bagian Sumatera Timur, negara bagian Indonesia Timur dan lainlainnya.
                                    3)        Republik Indonesia menjadi negara bagian RIS, dengan nama Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi sebagian Pulau Jawa dan Sumatera dengan ibukota Yogyakarta.
                                    4)        Indonesia yang diproklamasikan pada tanggaJ 17 Agustus 1945 sebagai negara kesatuan, sejak tanggal 27 Desember 1949, berubah menjadi negara Federal Republik Indonesia Serikat (RIS).
b.        Terbentuknya Konstitusi RIS
                                    1)        Pada tangga1 29 Oktober 1949 rancangan konstitusi RIS disepakati bersama antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia (Jogjakarta) dengan wakil-wakiI pemerintah negara-negara bagian RIS lainnya yaitu wakil-wakil pemerintah negara BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) di kota pantai Scheveningen, pada saat berlangsungnya Komprensi Meja Bundar (KMB).
                                    2)        Pada tanggal 14 Desember 1949 di Jakarta rancangan Konstitusi RIS disetujui oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP, negara Republik Indonesia (Jogjakarta) dan wakil masing-masing pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Negara BFO.
                                    3)        Selanjutnya dalam sidang lanjutan pada Komperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag negara Belanda, rancangan Konstitusi RIS disetujui semua pihak.
                                    4)        Karena rancangan Konstitusi RIS telah disetujui semua pihak, maka Kontitusi RIS diberlakukan di seluruh Wilayah Indonesia, kecuali negara bagian Republik Indonesia (Jogjakarta) tetap memberlakukan UUD 1945.
c.        Berlakunya Konstitusi RIS
Konstitusi RIS berlaku di seluruh wilayah Indonesia, kecuali negara Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi sebagian pulau Jawa dan Sumatera dengan Ibukota Jogjakarta. Negara Republik Indonesia (Jogjakarta) tetap memberlakukan UUD 1945. Konstitusi RIS berlaku dari tanggal 27 Desember 1949 hingga tanggal 17 Agustus 1950.
d.        Konstitusi RIS menganut sistem parlementer Sebagai konstitusi yang berlaku di negara Federal RIS, Konstitusi RIS menganut sistem kabinet parlementer dimana kekuasaan pemerintahan ditangan para menteri yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Presiden bukan sebagai kepala pemerintahan, tetapi hanya sebagai kepala negara. Presiden sekedar “Konstitusional” belaka, karena tidak memegang kekuasaan pemerintahan.

2.       UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA 1950
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) merupakan konstitusi ketiga negara Republik Indonesia yang berlaku sah sejak tanggal 17 Agustus 1950 hingga tanggal 5 Juli 1959.
a.    Negara Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
                                    1)        Negara federal RIS berlangsung sangat singkat hanya 8 bulan yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 hingga tanggal 17 Agustus 1950.
     Dalam kenyataannya sejak berdirinya RIS, timbul suatu keinginan dari negara-negara bagian RIS buatan Belanda yang merasa tidak cocok atas terbentuknya RIS hasil KMB, dan ingin bergabung dengan negara bagian Republik Indonesia yang beribukota Jogjakarta. Pembubaran dan penggabungan negara-negara bagian itu dimungkinkan dalam pasal 43 dan pasal 49 Konstitusi RlS.
                                    2)        Pada bulan April 1950 hanya tinggal beberapa bagian dari negara bagian Indonesia Timur dan Sumatera Timur saja yang belum bergabung dengan negara bagian Republik Indonesia (Jogjakarta ).
                                    3)        Pada akhirnya tercapai suatu kesepakatan antara negara Republik Indonesia (Jogjakarta) dan negara RlS yang sekaligus mewakili negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatera Timur, yang dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama mendirikan negara kesatuan.
                                    4)        Persetujuan untuk mendirikan negara kesatuan tersebut dalam butir c secara resmi dimuat dalam suatu piagam persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara Indonesia yang berbentuk negara federal RIS menjadi negara kesatuan.
b.        Terbentuknya Undang-Undang Dasar Sementara 1950
1)        Setelah persetujuan untuk mendirikan negara kesatuan dimuat dalam suatu piagam persetujuan tanggal 19 Mei 1950 sebagaimana diuraikan dalam butir l d tersebut, maka proses selanjutnya adalah membuat rancangan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUDS RI oleh pihak RIS dan negara RI (Jogjakarta).
2)        Di depan rapat gabungan senat dan DPR RIS, pada tangal 15 Agustus 1950 presiden menyatakan bahwa rancangan perubahan tersebut telah disetujui oleh pihak RIS dan negara RI (Jogjakarta).
3)        Naskah UUDS yang telah disetujui oleh pihak RIS dan negara RI (Jogjakarta) ditandatangani bersama Perdana Menteri dan Menteri Kehakiman RIS, yang selanjutnya diumumkan oleh Menteri Kehakiman dan mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950 di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.        Berlakunya UUDS 1950
UUDS 1950 berlaku di seluruh Wilayah Indonesia dari tanggal 17 Agustus 1950 hingga tanggal 5 Juli 1959, saat Dekrit Presiden dikeluarkan.
d.        UUDS menganut sistem Kabinet Parlementer
1)        Presiden tidak memegang kekuasaan pemerintahan. Presiden sekedar "konstitusional" belaka. Kekuasaan pemerintah ditangan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri.
2)        Para menteri yang dipimpin oleh Perdana Menteri bertanggung jawab kepada DPR/Parlemen.
3)        Menganut Landasan Demokrasi Liberal
       UUDS menganut Demokrasi Liberal yang mengutamakan kebebasan individu.
       Dalam kurun waktu berlakunya UUDS 1950 dari tanggal 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, telah terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 (tujuh) kali karena dijatuhkan DPR. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1950-1959 sistem Kabinet Parlementer tidak menjamin kestabilan pemerintah.

B.       UUD 1945 DALAM KURUN WAKTU KEDUA
Dasar hukum berlakunya UUD 1945 dalam kurun waktu kedua adalah Dekrit Presiden tangga1 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara Republik Indonesia. Kurun waktu kedua berlakunya UUD 1945 dari tanggal 5 Juli 1959 hingga sekarang dapat dibagi dalam empat periode, yaitu:
1.        Kurun waktu 5 Juli 1959 hingga sebelum 11 Maret 1966;
2.        Kurun waktu 11 Maret 1966 hingga 21 Mei 1998 yang dikenal dengan masa Orde  Baru;
3.        Kurun waktu 2 Mei 1998 hingga 22 Oktober 1999 yang dikenal dengan masa Pasca Orde Baru;
4.        Kurun waktu 22 Oktober 1999 hingga sekarang.
Ad. 1.    Kurun waktu 5 Juli 1959 hingga sebelum11 Maret 1966
a.        Terjadi pemberontakan G-30-S/PKI
Sewaktu terjadi pemberontakan G-30-S/PKI kondisi negara Indonesia memprihatinkan khususnya di bidang ekonomi, politik, dan hukum. Akhirnya pemberontakan PKI dapat digagalkan.
b.        Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA)
Dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan TRlTURA yaitu:
-          Bubarkan PKI;
-          Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI;
-          Turunkan harga-harga/perbaikan ekonomi
c.        Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Supersemar kepada Letjen Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan untuk mengamankan negara. Lahirnya Supersemar dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
d.        Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu 1945 sampai sebelum 11 Maret 1966:
-          Lembaga-lembaga negara belum dibentuk berdasarkan Undangundang, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945;
-          Hak Budget DPR tidak berjalan, dan pada tahun 1960 Presiden membubarkan DPR, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan pemerintah;
-          MPRS mengangkat Presiden seumur hidup;
-          Ketua lembaga-lembaga tinggi negara dijadikan menteri-menteri negara.

Ad. 2.    Kurun waktu 1966 - 1998
Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu 1966 - 1998 dikenal dengan masa Orde Baru.
Hal-hal yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1966 - sebelum 21 Mei 1998:
a.        Sidang Istimewa MPRS Tahun 1967
Pada tahun 1967 diadakan sidang Istimewa MPRS, yang menarik kembali mandat MPRS dari Presiden pada saat itu yaitu Ir. Soekarno, selanjutnya mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden (TAP MPRS No. XXXIIl/MPRS/I967).
b.        Sidang Umum MPRS Tahun 1968
Pada tahun 1968 diadakan Sidang Umum MPRS, yang mengangkat Jendera1 Soeharto sebagai Presiden tetap sampai terpilihnya Presiden hasil pemilu (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968).



c.        Sidang Umum MPRS Tahun 1973
Pemilu pertama dalam masa Orde Baru diadakan pada tahun 1971, selanjutnya pada tahun 1973 diadakan sidang umum MPR, yang menetapkan GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
d.        Pelaksanaan UUD 1945 dalam kurun waktu 1966 - 21 Mei 1998
1).   Fungsi, tugas, dan wewenang dari lembaga-lembaga negara dalam penyelenggaraan negara belum berjalan secara optimal. Disatu pihak, kekuasaan lembaga tinggi presiden sangat berperan, di lain pihak lembaga-lembaga negara lainnya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya belum optimal. Menurut UUD 1945 antara lain dinyatakan:
a).   Lembaga tinggi negara yaitu DPR berwenang mengawasi jalannya pemerintahan;
b).   Lembaga tinggi negara Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah;
c).           Lembaga Tinggi negara BPK yang memeriksa tanggung jawab keuangan negara, terlepas dari kekuasaan pemerintah.
2).   Dike1uarkannya TAP MPR No.I/MPR/1983, dalam pasal l04 dinyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan dan tidak akan melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Ketentuan yang tercantum dalam pasal l04 TAP MPR No. I/MPR/1983 telah dicabut dengan TAP MPR No. VII/MPR/I998 tanggal 13 Nopember 1998 karena tidak sejalan dengan pasaI 37 UUD 1945 yag mengatur perubahan UUD 1945.
3). Dikeluarkannya TAP MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum, dimana dinyatakan bahwa MPR berkehendak mempertahankan UUD 1945, dan apabila MPR hendak merubah UUD 1945 harus melalui referendum. TAP MPR No. IV/MPR/1983 telah dicabut dengan TAP MPR No. VIII/MPR/1998 tanggal 13 Nopember 1998 karena tidak sejalan dengan pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tentang perubahan UUD 1945. Pada tanggal 21 Mei 1998, Pemerintahan Orde Baru berakhir.

Ad.3.     Pelaksanaan UUD 1945 sesudah tanggal 21 Mei 1998 hingga 22    Oktober 1999
a.        Pada tanggal 10 sampai dengan 13 Nopember 1998 diadakan Sidang Istimewa MPR.
b.        Pada tanggal 14 Oktober sampai dengan 22 Oktober 1999 diadakan sidang umum MPR hasil pemilu 7 Juni 1999 yang menetapkan:
-          Mengadakan perubahan pertama UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 19 Oktober 1999. Dalam amandemen ini, perubahan yang penting adalah dibatasinya masa jabatan Presiden paling banyak 2 masa jabatan dan dinyatakan bahwa pemegang kekuasaan pembentuk UU adalah DPR, bukan lagi Presiden.
-          Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
c.        Dalam Sidang Tahunan tahun 2000 diadakan perubaban kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, dan dalam amandemen ini ditegaskan tentang fungsi DPR (legislasi, anggaran, dan pengawasan). Untuk melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak-hak yaitu hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, penyempurnaan pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah, penyempurnaan pasal 28 ditambah pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan penyempurnaan pasal 30 tentang Pertahanan Keamanan.
d.        Pada tahun 2001 MPR dalam Sidang Tahunan tahun 2001 ditetapkan perubahan ketiga atas UUD 1945. Dalam amandemen ini, perubahan yang sangat mendasar, adalah:
-          MPR tidak lagi memegang dan melaksanakan kedaulatan rakyat. Dengan demikian MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara;
-          MPR tidak lagi menetapkan GBHN;
-          MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, tetapi hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum secara langsung oleh rakyat;
-          Presiden dan Wakil Presiden dipilih 1angsung oleh rakyat;
-          Presiden dan atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya;
-          MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden atas usul DPR berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi;
-          Dengan tegas dinyatakan bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan membubarkan DPR;
-          Adanya lembaga baru yaitu: DPD, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial;
-          Adanya Bab baru tentang Pemilu;
-          Penyempurnaan pasal 23.
e.        Tahun 2002 dalam Sidang Tahunan ditetapkan perubahan UUD keempat.
Adapun perubahan-perubahan yang mendasar adalah:
-          Susunan MPR tardiri dari anggota DPR dan DPD;
-          Tidak ada lagi Lembaga Tinggi Negara yang namanya DPA, tapi Presiden diberi  wewenang untuk membentuk Dewan Pertimbangan yang memberi nasihat/ pertimbangan kepada Presiden yang diatur dengan UU;
-          Macam dan harga mata uang;
-          Peraturan baru tentang Bank Sentral;
-          Mengatur kembali tentang pendidikan, kebudayaan, dan kesejahteraan sosial;
-          Pengertian wilayah negara;
-          Pengaturan kembali tentang perubahan UUD terutama prosedurnya;
-          Mengubah seluruh aturan peralihan dan aturan tambahan.

C.       RANGKUMAN
UUD 1945 telah beberapa kali mengalami periode keberlakuannya. Periode pertama berlaku dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, kemudian diganti dengan Konstitusi RIS yang berlaku dari tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. UUD Sementara 1950 sebagai pengganti Konstitusi RIS, berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Setelah terjadi krisis dalam penyelenggaraan negara, maka atas dasar Dekrit Presiden tersebut UUD 1945 diberlakukan untuk yang kedua kalinya.
UUD 1945 dalam kurun pertama tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena kondisi dan situasi yang tidak memungkinkan yaitu disatu pihak kolonial Belanda berupaya untuk menguasai Indonesia kembali, dilain pihak Indonesia berusaha memusatkan segala upaya untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Dalam kurun waktu ini sistem pemerintahan dan kelembagaan tidak berjalan sebagaimana dikehendaki dalam UUD 1945. Karena lembaga-lembaga negara belum dapat dibentuk, maka penyelenggaraan negara termasuk di dalamnya penyelenggaraan pemerintah diperlakukan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan. Dalam kurun waktu pertama berlakunya UUD 1945 terjadi dua penyimpangan konstitusional, yaitu berubahnya fungsi KNIP menjadi parlemen dan berubahnya sistem kabinet dari Kabinet Presidensiil menjadi Kabinet Parlementer.
Konstitusi RIS merupakan konstitusi kedua yang berlaku di Indonesia dari tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Konstitusi RIS berlaku pada saat negara Indonesia menjadi negara federal, dan berlaku di seluruh wilayah kecuali Negara Republik Indonesia dengan Ibukota Jogyakarta, sebagai negara bagian RIS yang tetap memberlakukan UUD 1945.
UUDS 1950 merupakan konstitusi ketiga yang berlaku di Indonesia menggantikan Konstitusi RIS. UUDS 1950 berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959. Pada saat berlakunya UUDS 1950, sistem kabinet yang berlaku adalah Kabinet Parlementer, dimana kekuasaan pemerintah dijalankan oleh kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen (DPR). Sistem demokrasi yang berlaku adalah demokrasi liberal dengan mengutamakan kebebasan individu.
Kurun waktu kedua berlakunya UUD 1945 dari tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang. Kurun waktu kedua berlakunya UUD 1945 ditandai dengan beberapa kejadian, antara lain terjadinya pemberotakan G-30-S/PKI yang kemudian diikuti dengan lahirnya Tritura, dan disusul dengan terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 yang kemudian dianggap sebagai momen lahirnya Orde Baru. Kurun waktu berlakunya UUD 1945 kedua dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu: periode I, kurun waktu 5 Juli 1959 sampai dengan sebelum 11 Maret 1966, periode II, kurun waktu 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998 (masa Orde Baru), periode III, kurun waktu 21 Mei 1998 hingga 22 Oktober 1999 (Pasca Orde Baru), periode IV, kurun waktu 22 Oktober 1999 hingga sekarang (ada penulis yang membagi periode ini menjadi beberapa periode), dimana pada periode ini UUD 1945 telah mengalami perubahan (amandemen) sebanyak empat kali (sampai dengan tahun 2002).
Dalam amandemen ini, UUD 1945 mengalami perubahan yang signifikan, yaitu sturktur UUD 1945 yang hanya terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan), sedangkan Penjelasan dihapus. Disamping itu, terdapat lembaga-lembaga baru, seperti: DPD, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial, sedangkan DPA dihapus, dan Presiden diberi kewenangan untuk membentuk Dewan Pertimbangan, yang dibentuk berdasarkan undang-undang.




Demikianlah Info postingan berita MATERI TES CPNS UUD 1945

terbaru yang sangat heboh ini MATERI TES CPNS UUD 1945 , mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang MATERI TES CPNS UUD 1945 dan berita ini url permalinknya adalah https://nyimakpelajaran.blogspot.com/2017/09/materi-tes-cpns-uud-1945.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MATERI TES CPNS UUD 1945 "

Posting Komentar